Sosial Politik

Senin, 21 Desember 2015

Islam dan Perubahan Sosial

1
ISLAM DAN PERUBAHAN SOSIAL
(Suatu Reori Tentang Perubahan Masyarakat)
OLEH : AdhyMuliadi
PENDAHULUAN
Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar orang,
organisasi atau komunitas, ia dapat menyangkut “struktur sosial” atau “pola nilai dan
norma” serta “pran”. Dengan demikina, istilah yang lebih lengkap mestinya adalah
“perubahan sosial-kebudayaan” karena memang antara manusia sebagai makhluk
sosial tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan itu sendiri.
Cara yang paling sederhana untuk mengerti perubahan sosial (masyarakat)
dan kebudayaan itu, adalah dengan membuat rekapitulasi dari semua perubahan yang
terjadi di dalam masyarakat itu sendiri, bahkan jika ingin mendapatkan gambaran
yang lebih jelas lagi mengenai perubahan mayarakat dan kebudayaan itu, maka suatu
hal yang paling baik dilakukan adalah mencoba mengkap semua kejadian yang
sedang berlangsung di tengah-tengah masyarakat itu sendiri.
Kenyataan mengenai perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat dianalisa
dari berbagai segi diantaranya : ke “arah” mana perubahan dalam masyarakat itu
“bergeak” (direction of change)”, yang jelas adalah bahwa perubahan itu bergerak
2
meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi setelah meninggalkan faktor itu
mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk yang baru sama sekali, akan
tetapi boleh pula bergerak kepada suatu bentuk yang sudah ada di dalam waktu yang
lampau.
Lalu apa sebenarnya yang kita maksud dengan perubahan masyarakat disini?
Kebanyakan definisi membicarakan perubahan dalam arti yang sangat luas. Wilbert
Moore misalnya, mendefinisikan perubahan sosial sebagai “perubahan penting dari
stuktur sosial” dan yang dimaksud dengan struktur sosial adalah “pola-pola perilaku
dan interaksi sosial"1. Dengan demikian dapat diartikan bahwa perubahan sosial
dalam suatu kajian untuk melihat dan mempelajari tingkah laku masyarakat dalam
kaitannya dengan perubahan. Nah, apakah Islam juga mempunyai konsep tentang
ingkah laku dan struktur masyarakat dalam kaitannya dengan perubahan? Mari kita
lihat dalam uraian berikutnya.
II
TEORI TENTANG PERUBAHAN
A. Arti Perubahan
Dalam menghadapi perubahan sosial budaya tentu masalah utama yang perlu
diselesaikan ialah pembatasan pengertian atau definisi perubahan sosial (dan
1 Wilbert E. Maore, Order and Change, Essay in Comparative Sosiology, New York, John Wiley &
Sons, 1967 : 3.
3
perubahan kebudayaan) itu sendiri. Ahli-ahli sosiologi dan antropologi telah banyak
membicarakannya.
William F. Ogburn berpendapat, ruang lingkup perubahan sosial meliputi
unsur-unsur kebudayaan, baik yang material ataupun yang bukan material. Unsurunsur
material itu berpengaruh besar atas bukan-material. Kingsley Davis
berpendapat bahwa perubahan sosial ialah perubahan dalam struktur dan fungsi
masyarakat. Misalnya, dengan timbulnya organisasi buruh dalama masyarakat
kapitalis, terjadi perubahan-perubahan hubungan antara buruh dengan majikan,
selanjutnya perubahan-perubahan organisasi ekonomi dan politik2.
Mac Iver mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan hubunganhubungan
sosial atau perubahan keseimbangan hubungan sosial. Gillin dan Gillin
memandang perubahan sosial sebagai penyimpangan cara hidup yang telah diterima,
disebabkan baik oleh perubahan kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi
penduduk, ideologi ataupun karena terjadinya digusi atau penemuan baru dalam
masyarakat. Selanjutnya Samuel Koeing mengartikan perubahan sosial sebagai
modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia, disebabkan oleh
perkara-perkara intren atau ekstern3.
Akhirnya dikutip definisi Selo Soemardjan yang akan dijadikan pegangan
dalam pembicaraan selanjutnya. “Perubahan –perubahan sosial adalah segala
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang
2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Penantar, (Jakarta : Yayasan Penerbit Universitas Indonesia,
1974), hal. 217
3 Ibid, hal. 218
4
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuka didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan
pola-pola per-kelakukan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat”. Definisi
ini menekankan perubahan lembaga sosial, yang selanjutnya mempengaruhi segi-segi
lain struktur masyarakat. Lembaga sosial ialah unsur yang mengatur pergaulan hidup
untuk mencapai tata tertib melalui norma.
Perubahan masyarakat yang berlangsung dalam abad pertama Islam tiada tara
bandingannya dalam sejarah dunia Kesuksesan Nabi Besar Muhammad SAW. Dalam
merombak masyarakat jahiliyah Arab, membentuk dan membinanya menjadi suatu
masyarakat Islam, masyarakat persaudaraan, masyarakat demokratis, masyarakat
dinamis dan progresif, masyarakat terpelajar, masyarakat berdisiplin, masyarakat
industri, masyarakat sederhana, masyarakat sejahtera adalah tuntunan yang sangat
sempurna dan wahyu ilahi. Allah berfirman, yang artinya : “Kitab ini tidak ada
keraguan atasnya bagi orang-orang yang bertakwa” (Q.S. 2 :2).
Nabi Muhammad adalah Nabi yang paling sukses diantara para pemimpin
agama, mendapat pengakuan dunia. Ajaran Islam yang dibawanya berhasil dan kuasa
membasmi kejahatan yang sudah berurat berakar, penyembahan berhala, minuman
keras, pembunuhan dan saling bermusuhan sampai tidak berbekas sama sekali, dan
Muhammad berhasil membina di atasnya suatu bangsa yang berhasil menyalakan
ilmu pengetahuan yang terkemuka, bahkan menjadi sumber kebangunan Eropa.
Proses perubahan masyarakat yang digerakkan oleh Muhammad adalah proses
evolusi. Proses itu berlangsung dengan mekanisme interaksi dan komunikasi sosial,
dengan imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Strategi perubahan kebudayaan yang
5
dicanangkannya adalah strategi yang sesuai dengan fitrah, naluri, bakat, azas atau
tabiat-tabiat universal kemanusiaan. Stratagi dan dikumandangkannya strategi
mencapai salam, mewujudkan perdamaian, mewujudkan suatu kehidupan masyarakat
yang sejahtera, persaudaraan, dan ciri-ciri masyarakat Islam yang dibicarakan di atas
tadi.
Walaupun demikian Muhammad harus mempersiapkan bala tentara untuk
mempertahankan diri dan untuk mengembangkan dakwahnya, adalah karena
tantangan yang diterima dari kaum Quraish dan penantang-penantang jahiliyah
lainnya untuk menghapuskan eksistensi Muhammad dan pengikutnya. Justru karena
tantangan itu, kaum muslimin kemudian bertumbuh dengan cepat dan
mengembangkan masyarakat dan kebudayaan dengan sempurna.
Dalam situasi yang demikian, kita perlu merenungkan mengapa Muhammad
SAW, junjungan kita, panutan kita, mampu membuat perubahan suatu masyarakat
bodoh, terkebelakang, kejam, menjadi suatu masyarakat sejahtera, terpelajar, dinamis
dan pogresif dalam waktu yang begitu singkat. Strategi kebudayaan yang
dibandingkan Muhammad itu perlu kita kaji kembali Metode perjuangannya perlu
kita analisa. Semua itu harus mampu membenkan anda suatu pisau analisa untuk
kemudian menytrsttn suatu strategi kebudayaan untuk masa kini, untuk membangun
kembali umat Islam dari keadaannya yang sekarang ini.
Suatu hipotesa patut diketengahkan. Muhammad pada dasarnya membawa
suatu sistem teologi yang sangat berlainan dengan sistem teologi jahiliyah Arab.
6
B. Teori Perubahan Masyarakat
Karena perubahan masyarakat merupakan fakta, tidak heranlah kita kenapa
filosof-filosof tertarik untuk merumuskan prinsip-prinsipnya dan kenapa ilmuwanilmuwan
berusaha menemukan hukum-hukumnya. Banyak diantara mereka
berpendapat bahwa kecenderungan kepada perubahan sosial adalah gejala yang
wajar, timbul dari pergaulan hidup manusia.
Ada yang berpendapat, terjadinya perubahan sosial ialah karena timbulnya
perubahan pada unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat,
misalnya perubahan pada unsur geografi, biologi, ekonomi atau kebudayaan.
Ada pula teori yang menyatakan bahwa perubahan sosial ada yang bersifat
berkala dan tidak berkala. Selanjutnya ada teori yang menyimpulkan, bahwa
perubahan sosial terjadi karena kondisi-kondisi sosial primer, misalnya kondisi
ekonomi, teknologi, geografi atau biologi. Kondisi-kondisi inilah yang menyebabkan
terjadinya perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial lainnya. Pendapat
selanjutnya ialah, semua kondisi tersebut sama pentingnya, baik salah: situ ataupun
kesemuanya memungkinkan terjadinya perubahan sosial4.
Karena masyarakat itu bersifat dinamik, adalah masyarakat Muslim sebaga
salah satu masyarakat manusia tentu mengalami perubahan-perubahan pula. Kajian
sejarah umat Islam membuktikan bahwa telah terjadi perubahan demi perubahan
dalam perjalanan hidup umat. Sejarah adalah kisah tentang perkembangan
masyarakat. Kalau masyarakat itu berubah, seperti batu atau gunung, barulah ia tidak
4 Ibid, hal. 219
7
bersejarah. Tetapi betapapun perubahan itu jadi gejala umum, is seolah-olah
dinafikan oleh ulam tradisional. Efek dari paham taklid terjadi pembekuan pemikiran.
Mereka hanya bersedia menerima fakwa gurunya. Si guru itu menerima dari gurunya
pula. Guru dari guru menerima dari gurunya pula, demikianlah selanjutnya. Sikap ini
tidak terbatas pada perkara-perkara di bidang agama, tapi juga di bidang sosiobudaya.
Urusan sosiobudaya diatur oleh adat. Adat mewariskan dan mengawal peraturan,
nilai, kepercayaan, sikap dan pandangan nenek-moyang dari generasi ke generasi.
Pendukunga adat hanya taat kepada adat. Perkara-perkara yang diluar adat, apalagi
yang berlawanan, mestilah ditolak. Seperti pula orang taklid yang hanya bersedia
menerima fakwa gurunya. Fatwa yang bukan dari pada guru, apalagi yang
berlawanan, mestilah ditolak. Maka tertutuplah kemungkinan untuk menerima fatwa
baru dalam bidang agama (baru dalam pengertian bukan fatwa lama yang turun
menurun, atau fatwa yang dirumuskan oleh tafsiran dan pandangan baru), dan
tertutup pula kemungkinan menerima perkara baru dalam sosiobudaya. Dengan
demikian tersekatlah perubahan. Orang mempertahankan apa yang selama ini ada.
Apa yang ada itu berasal dari masa lalu. Tanpa perubahan pembaharuan tidak
mungkin timbul. Masyarakat menjadi statik (lawan dari pada dinamik), mereka dekat
oleh tradisi, menjadi tradisional.
Suatu teori perubahan yang baik juga disinggung disini ialah prinsip
perubahan imanen (dari dalam) yang dibicarakan oleh Sokorin dalam bukunya Social
and Cultural Dynamics. Suatu sistem sosiobudaya semenjak ujudnya tidak hentihentinya
bekerja dan bertindak. Dalam menghadapi lingkungan tertentu sistem itu
8
menimbulkan perubahan, disamping dirinya sendiri juga ikut mengalami perubahan.
Karena telah mengalami perubahan, maka dalam menghadapi lingkungan yang sama
dengan yang sebelumnya, is memberikan reaksi yang berbeda dari pada reaksinya
yang pertama. Jadi lingkungan tetap sama, tapi sistem itu dan reaksinya berubah.
Demikianlah selanjutnya, reaksi yang ketiga terhadap lingkungan yang sama
mengalami pula perubahan. Perubahan tidak hanya pada sistem dan reaksinyam tapi
juga pada lingkungan itu sendiri5.
Bagaimana dengan perubahan sosial budaya? Apakah perubahan-perubahan
yang sudah berlangsung tidak tentu arah, ataukaah is bergerak kepada suatu tujuan?
Apakah perubahan-perubahan itu digerakkan atau ditentukan oleh manusia sendiri,
ataukah is ditentukan oleh kekuasaan di luar manusia? Pertanyaan-pertanyaan itu
membawa kita kepada perdebatan filsafat serba tentu dan tak serba tentu yang tidak
habis-habisnya.
C. Faktor Penyebab Perubahan
a. Bertambahnya atau Berkurangnya Penduduk
Seperti telah diuraikan bertambahnya penduduk yang cepay menyebabkan
terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat yang diikuti pula dengan
perubahan pola kebudayaan masyarakat (pola sikap, pola perilaku dan pola sarana
fisik), nyata terjadi misalnya, perubahan dalam sistem hak milik atas tanah; orang
5 Pitrim A. Sarokin, Social and Cultural Dynamies, (Boston : Sargent, 1957), hal. 415
9
mengenal hak milik individual atas tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil dan
seterusnya, yang sebelumnya tidak dikenal orang.
Berkurangnya penduduk dapat disebabkan oleh hal-hal yang alamiah
(wabah, bencana alam dan sebagainya); tetapi dapat pula karena berpindahnya
sebagian penduduk dari desa ke kota atau dari suatu daerah (pulau) ke daerah
(pulau) lain. Gejala pertama yang kini banyak kita temui di Indonesia, khususnya
di Pulau Jawa, dikenal dengan gejala urbanisasi (gejala ini meningkat pada
negara-negara dimana industri berkembang). Dalam hal yang kedua, perpindahan
penduduk dari pulau Jawa ke Pulau lainnya (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Irian Jaya) dan dikenal dengan transmigrassi.
Perpindahan penduduk tersebut mungkin mengakibatkan kekosongan,
misalnya nampak pada gejala stratifikasi sosial atau pembagian kerja dan lain-lain
yang akan mempengaruhi lembaga-lembaga lainnya. Perpindahan penduduk atau
imigrasi itu (antar negara dikenal sebagai emigrasi dan bagi negara yang
menerimanya dikenal sebagai imigrasi) telah berkembang beratus-ratus ribu tahun
lamanya di dunia ini. Hal ini sejajar pula dengan meningkatnya jumlah penduduk
di dunia itu. Pada masyarakat-masyarakat yang mata pencahariannya yang utama,
berburu, perpindahan selalu dilakukan, karena kehidupan mereka khususnya
dalam hal persediaan hewan-hewan perburuan, sangat “tergantung” dari alam
(dikenal sebagai masyarakat “nomaden”). Apabila hewan-hewan tersebut habis,
mereka akan berpindah ke tempat-tempat lain.
10
b. Penemuan-penemuan Baru
Suatu proses soisial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam
jangka waktu yang tidak lama, disebut “inovasi” (innovation). Proses tersebut
bermula pada suatu penemuan baru, dikenal sebagai suatu “Discovery”. Jalannya
penyebaran dan penerimaan unsur baru itu dalam masyarakat yang sering kali
menyebabkan berkembangnya hal-hal baru pula yang mendukung penemuan
(discovery) tersebut dikenal sebagai proses “invention”. Hal baru yang ditemukan
itu bisa berupa unsur-unsur kebudayaan (nilai, norma, cita-cita, yang
mengarahkan pola bersikap, atau pola perilaku atau pola sarana fisik), atau bisa
berupa unsur struktur masyarakat (hubungan, status atau organisasi baru).
c. Pertentangan (Conflic)
Pertentangan dalam masyarakat dapat pula menjadi sebab dari pada
terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Pertimbangan itu bisa terjadi antara
orang perorangan dengan kelompoknya atau pertentangan antar kelompok.
Pertentangan antara kepentingan individu dengan kelompoknya misalnya
terjadi pada masyarakat tradisionil di Indonesia, yang mempunyai ciri kehidupan
kolektif. Segala kegiatan didasarkan pada kepentingan individu dengan
kelompoknya yang menyebabkan mempunyai fungsi sosial. Tidak jarang timbul
pertentangan antara kepentingan individu dengan kelompoknya yang
menyebabkan perubahan. Misalnya, pada masyarakat yang patrilineal seperti
masyarakat Batak terdapat suatu kekuasaan/adat, bahwa apabila suami meninggal
11
maka keturunannya berada di bawah kekuasaan kerabat suami. Dengan terjadinya
proses individualisasi, terutama pada orang-orang Batak yang pergi merantau,
kemudian terjadi penyimpangan, yaitu bahwa anak-anak tetap tinggal dengan
ibunya, walaupun hubungan antara si ibu dengan keluarga almarhum suaminya
telah putus, karena meninggalnya suami. Keadaan tersebut membawa perubahan
besar pada peranan keluarga batih dan juga pada kedudukan wanita, yang selama
ini dianggap tidak mempunyai hak apa-apa apabila dibandingkan dengan lakilaki.
Pertentangan antara kelompok mungkin terjadi antara generasi tua dengan
generasi muda, khususnya pada masyarakat berkembang yang mengalami
perubahan masyarkataa tradisionil ke tahap mayarakat moderen. Generasi muda
yang belum terbentuk kepribadiannya, lebih mudah untuk menerima unsur-unsur
kebudayaan asing (misalnya kebudayaan Barat) yang dalam beberapa hal
mempunyai taraf lebih lanjut, sehingga menimbulkan perubahan tertentu (contoh :
pergaulan bebas antara pria dan wanita karena kedudukan kedua jenis kelamin
setaraf).
d. Terjadinya Pemberontakan (Revolusi) dalam Masyarakat itu Sendiri
Suatu revolusi dalam massyarakat seperti, revolusi pada bulan Oktober
1917 di Rusia, atau tanggal 17 Agustus 1945 di Indonesia, menyebabkan
terjadinya perubahan-perubahan besar, baik struktural maupun dalam pola
kebudayaan mayarakat. Seperti sudah diuraikan pada BAB X, lazimnya suatu
12
revolusi merupakan perubahan yang cepat dan mengenai dasar-dasar atau sendisendi
pokok dari kehidupan massyarakat.
Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebabsebab
yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri seperti berikut ini.
e. Sebab Perubahan Berasal dari Lingkungan Alam Fisik yang Ada di
Sekitar Manusia
Terjadinya gempa bumi, taufan, banjir besar dan lain-lain dapat
menyebabkan, bahwa masyarakat yang mendiami daerah-daerah tersebut terpaksa
harus meninggalkan tempat tinggalnya. Di tempat yang baru mereka harus
menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru tersbeut, hal mana dapat
merubah kehidupan mereka (contoh : jika biasanya di tempat yang lama suatu
pencaharian adalah berburu, kemudian di tempat yang baru adalah harus bertani,
maka timbullah suatu lembaga baru yaitu pertanian).
Kadang-kadang sebab perubahan yang bersumber pada lingkungan alam
fisik, dapat disebabkan oleh tindakan-tindakan dari warga masyarakat itu sendiri
(contoh : penebangan hutan, penggalian tanah secara melampaui batas). Hal ini
jelas akan mengakibatkan perubahan, dimana warga itu karenanya harus
meninggalkan tempat tinggalnya.
13
f. Peperangan
Peperangan dengan negara lain dapat pula menyebabkan terjadinya
perubahan, karena biasanya negara yang memang akan memaksakan negara yang
takluk untuk menerima kebudayaannya yang dianggap sebagai kebudayaan yang
lebih tinggi tarafnya. Negara-negara yang kalah dalam Perang Dunia Ketiga
seperti Jerman dan Jepang, mengalami perubahan-perubahan yang besar dalam
masyarakatnya. Jerman, misalnya mengalami perubahan yang menyangkut bidang
kenegaraan, dimana negara tersebut akhirnya dipecah menjadi dua negara yaitu
Jerman Barat (Republik Federasi Jerman) dan Jerman Timur (Republik Demokrat
Jerman), yang masing-masing beroerientasi pada Blok Barat dan Blok Timur.
D. Arah Perubahan (Direction of Change)
Apabila seseorang mempelajari perubahan masyarakat, perlu pula diketahui
ke arah mana perubahan dalam masyarakat itu bergerak. Yang jelas, perubahan
bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi setelah meninggalkan faktor
itu, mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk yang sama sekali baru,
namun mungkin pula bergerak ke arah suatu bentuk yang sudah ada di dalam waktu
yang lampau. Usaha-usaha masyarakat Indonesia bergerak ke arah modernisasi dalam
pemerintahan, angkatan bersenjata, pendidikan dan industrialisasi yang disertai
dengan usaha untuk menemukan kembali kepribadian Indonesia, merupakan contoh
dari kedua arah yang berlangsung pada waktu yang sama dalam masyarakat kita.
14
Guna memperoleh gambaran jelas mengenai arah perubahan termaksud, akan
diberikan suatu contoh yang diambil dari Social Changes in Yogyakarta.
Jauh sebelum orang Belanda datang ke Indonesia, orang Jawa telah
mempunyai lembaga-lembaga pendidikan tradisionalnya. Dalam cerita-cerita
wayang, sering diceritakan bahwa guru yang bijaksana, mengumpulkan kaum muda
sebagai cantriknya ke tempat kediamannya serta mengajarkan kepada mereka
bagaimana caranya untuk dapat hidup sebagai warga masyarakat yang baik. Cantrikcantrik
tersebut hiudp bersama-sama dengan guru mereka dalam pondok-pondok,
dimana mereka bekerja untuk kelangsungan hidupnya dan kehidupan gurunya, sambil
menerima ajaran-ajaran sang guru di sela-sela pekerjaan sehari-hari. Sistem tersebut
berlangsung berabad-abad lamanya, baik waktu pengaruh Hindu, Budha maupun
Islam masuk, hingga kini. Dengan masuknya pengaruh Islam para guru dinamakan
kiai, sedangkan pondok-pondok tersebut dinamakan pesantren yang artinya adalah
tempat para santri (yaitu orang-orang yang mendalami ajaran-ajaran agama Islam).
Banyak yang berguru pada para kiai tersebut untuk mempelajarai dan memperdalam
ajaran agama Islam. Oleh karena kiai hanya mempunyai satu atau beberapa keahlian
saja, maka banyak murid-murid yang belajar pada beberapa orang kiai, agar
mendapatkan pengetahuan yang lebih luas. Tidak ada persyaratan khusus yang harus
dipenuhi oleh seseorang yang hendak belajar pada pesantren tersebut, kecuali bahwa
dia sungguh-sungguh ingin belajar dan memenuhi segala persyaratan yang ditentukan
oleh hukum agama. Kehidupan di pesantren diatur sebagai satu keluarga yang
15
dipimpin oleh kiai. Di luar pesantren, para muda mudi dapat pula memperoleh
pendidikan keagamaan, misalnya di masjid-masjid.
Akhir-akhir ini, banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh lembagalembaga
agama Islam dimana para siswa juga mendapatkan pelajaran mengenai halhal
yang berhubungan dengan soal keduniawian (sekuler). Sekolah-sekolah tersebut
dinamakan madrasah. Sistem pendidikan yang demikian di daerah Istimewa
Yogyakarta tidak mengalami perubahan-perubahan yang mencolok, kecuali para
santri kemudian diperkenankan mengikuti pelajaran-pelajaran pada sekolah-sekolah
biasa di pagi hari. Sesudah revolusi fisik, kecenderungan yang mengarah ke
sekulerisasi sebagai pandangan hidup masyarakat Yogyakarta, semakin nyata.
Persoalan-persoalan individual maupun sosial, lebih ditafsirkan dalam pengertianpengartian
yang sekuler dan rasional. Kecenderungan tersebut tampak pula pada
madrasah-madrasah dimana para siswa meminta agar diajarkan lebih banyak hal-hal
yang menyangkut soal-soal keduniawian, seperti sejarah, ilmu bumi, ilmu pasti dan
sebagainya, supaya menyamai pelajaran-pelajaran yang diberikan pada sekolahsekolah
biasa. Pemerintah dalam hal ini tampak memberikan bantuan dan semakin
banyak pula siswa-siswa madrasah yang mengikuti pelajaran-pelajaran pada sekolah
biasa.
Dari gejala tersebut di atas, tidaklah dapat disimpulkan bahwa madrasah dan
pesantren-pesantren tersebut sebagai lembaga pendidikan akan terdesak oleh
lembaga-lembaga pendidikan yang sekuler. Akan tetapi keinginan-keinginan yang
kuat untuk mendapat pendidikan yang sekuler rupa-rupanya lebih kuat pada generasi
16
muda. Pendidikan di Indonesia dianggap sebagai alat utama untuk mengadakan
perbaikan-perbaikan, dahulu pusat perhatian adalah kebahagiaan di dunia akhirat,
tetapi dewasa ini pusat perhatian lebih ditujukan pada kehidupan di dunia ini.
Pendidikan keagamaan seyogyanya disesuaikan dengan aspirasi generasi muda sejak
proklamasi kemerdekaan.
Sebagaimana telah dikatakan, suatu perubahan bergerak meninggalkan faktor
yang diubah. Salah satu jenis perubahan dapat dilakukan dengan mengadakan
modernisasi.
III
KONSEP ISLAM TENTANG PERUBAHAN
A. Perubahan Sebagai Hukum Alam
Alam ini selalu dalam perubahan. Dalam filsafat metafisika filosof berkata,
tidak ada yang ada, yang ada itu ialah perubahan. “Panta rei”, kata Heraklitos. Semua
mengalir bagai air di sungai. Islam menyebut alam itu “makhluk”, yang diciptakan.
Tuhan sebagai pencipta disebut khalik. Makhluk itu senantiasa dalam perubahan,
hanya Khaliklah yang serba tetap.
Pelajarilah sejarah bumi kita ! Dari tidak ada suatu ketika is menjadi ada. Dari
matahari is lahir 3.350 juta tahun yang lalu. Ketika itu bumi berbentuk bintang kabut
pijar. Tidak ada air setetespun di bumi. Perubahan-perubahan dalam jarak waktu
hampir semilyar tahun, menjadikan bumi dingin. Terbentuk kerak bumi, gunung,
17
batuan, sungai, laut. Tetapi tak satu pun ada kehidupan di bumi. Kira-kira dua milyar
tahun yang lalu baru ada hayat yang pertama di dalam air. Sejarah perubahan bumi
dua milyar tahun terakhir berlangsung bersama dengan evolusi flora dan fauna, yang
tumbuh dan berkembang di permukaan bumi. Perubahan demi perubahan yang
dialami oleh lumut karang, setelah dua milyar tahun terbentuklah tumbuh-tumbuhan
berbunga. Teori evolusi beranggapan fauna dimulai oleh binatang satu sel dua milyar
tahun yang lalu, berujung dengan beberapa juta terakhir dengan manusia.
Demikianlah jagat raya dengan nebula serta bintang-bintangnya berubah. Bumi
berubah. Hewan, tanaman, lautan, sungai, daratan, pegunungan, pantai pulau-pulau
berubah serba terus6.
Manusia sebagai makhluk juga dikenal oleh hukum perubahan. Dari tidak ada
suatu ketika is menjadi ada. Dalam “adanya” itu is mengalami perubahan demi
perubahan. Dari bayi is menjadi kanak-kanak, menjadi pemuda, dewasa, tua, mati.
Kalau filsafat meterialisme menutup riwayat hidup manusia dengan kematian, Islam
mengajarkan masih berlanjutnya eksistensi manusia di seberang kuburan. Tetapi
riwayat manusia setelah wafat inipun berubah-ubah : di alam barzakh roh menunggu
kedatangan kiamat, kepada roh diberikan lagi jasad, mulailah perjalanan menuju
tempat pembalasan “nar” dan “jannah”. Di dalam tempat-tempat itupun manusia
mengalami perubahan-perubahan melalui pengalaman-pengalamannya.
Kalau tidak ada perubahan masyarakat dalam perjalanan waktu, sejarah tidak
ada. Lucy M. Salmon memberi syarat “perkembangan” (jadi perubahan) kepada
6 Sidi Gazalba, Antropologi Budaya Gaya Baru II, (Jakarta : Bulan Bintang, 1974), hal. 121
18
sejarah. “Sejarah untuk menjadi sejarah haruslah kajian tentang perkembangan, dan
suatu sayatan atau stadium yang manapun juga baru menjadi sejarah apabila sayatan
itu diperbandingkan dengan sayatan lain, sedemikian rupa hingga perkembangannya
menjadi jelas.
B. Perubahan pada Masyarakat Muslim
Sebab-sebab perubahan yang bersumber di dalam dan dari luar masyarakat
tentu ditemukan juga pada umat Islam. Dalam masyarakat Islam perubahan itu
terkawal. Perubahan selalu boleh terjadi, selama prinsip asas-asas sosial yang
ditentukan oleh then tidak ikut berubah. Tetapi dalam masyarakat Muslim kawalan
itu tidak ada atau lemah sekali. Mereka tidak atau kurang memahami atau tidak
menyadari lembaga-lembaga apa yang boleh dan yang tidak boleh berubah,
selanjutnya apa perubahan sosio budaya yang sesuai dan yang berlawanan menurut
then Islam.
Kalau dikaji pandangan-pandangan yang hidup di kalangan umat Islam, kita
temukan kebanyakan menolak perubahan. Terutama aliran kaum tua kuat berpegang
pada pandangan ini. Menolak perubahan bermakna menolak yang baru. Yang baru itu
mungkin berbentuk ide, konsepsi, teori, prinsip atau tindakan. Mereka berbuat
demikian demi mempertahankan iman dan menyelamatkan agama. Kalau pandangan
menolak perubahan itu kita tinjau dari konsep lembaga-lembaga yang boleh dan tak
boleh berubah (Pasal 7), maka pandangan itu hanya “separoh” benar. Karena yang
tidak boleh berubah ialah prinsip-prinsip atau asas then dan pelaksanaan agama.
19
Selain daripada itu masyarakat Islam terbuka untuk perubahan, apakah karena
terciptanya sesuatu yang baru, ataupun karena asimilasi, difusi dan akulturasi.
Ada pula orang-orang di kalangan umat Islam yang menerima perubahan
tanpa batas. Demi untuk maju semua perubahan dihalalkannya, apakah mengenai
prinsip sosial atau cara pelaksanaannya. Dengan menerima prinsip yang bukan
daripada then Islam maka is tergelincir kepada cara hidup yang bukan daripada then
Islam, maka is tergelincir kepada cara hidup bukan-Islam, sekalipun is tetap bertahan
di dalam agama Islam. Karena sosiobudayanya tidak tertakluk kepada agama Islam,
artinya dalam kehidupannya sehari-hari di luar Rukun Islam, is melupakan Allah,
tidak berpedoman kepada Wur’an dan dalam tindak tanduknya tidak
memperhitungkan akhirt, maka Muslim itu menjadi sekularis. Agamanya tetap Islam,
tapi cara hidupnya putus daripada agama itu.
Mereka yang menolak perubahan sosial menjadi statik. Statik dalam
pengamalan agama adalah tersuruh. Prinsip dan cara pengamalannya diputuskan oleh
naqal. Akal tidak berwenang untuk merubahnya. Tetapi statik dalam pengamalan
prinsip-pinsip kebudayaan membawa orang terkebelakang, ketinggalan dalam dunia
yang selalu bergerak maju. Cara pelaksanaan prinsip kebudayaan diputuskan oleh
akal, karena is mengenal dunia yang selalu berubah.
Kenyataan yang dapat diamati pada sebagian terbesar umat Islam dewasa ini
ialah mereka memang statik dalam sosial. Mereka bertahan dengan cara pelaksanaan
prinsip-prinsip kebudayaan ratusan tahun yang lewat, bahkan ada yang sampai seribu
tahun. Mereka mempertahankan dunia lamanya. Mereka mempertahankan cara-cara
20
lama dalam sosial, ekonomi, politik, pendidikan, teknik, kesenian, seolah-olah polapola
kebudayaan sejagat itu adalah agama. Dilihat dari segi ini maka salah satu
masalah pokok umat Islam dewasa ini ialah sikapnya tentang perubahan masyarakat.
Karena kebanyakan umat Islam tidak mau meninggalkan unsur kebudayaan lama atau
norma-norma lama, tidak bersedia menggantikannya dengan yang lebih maju, dan
unsur dan norma itu dengan setia diwariskan dari satu angkatan kepada angkatan
berikutnya, maka masyarakat Muslim pada umumnya menjadi statik. Yang baru
ditolak, yang lama dipertahankan dengan gigih, maka buntulah gerak masyarakat,
mereka menjadi statik, ketinggalan atau terbelakang di tengah-tengah gerak
kemajuaan dunia yang dahsyat dalam abad ke-XX ini yang ditimbulkan oleh
kebudayaan Barat.
C. Nilai Perubahan
Ruang lingkup pengertian perubahan sosiobudaya atau perubahan masyarakat
adalah luas, didalamnya termasuk : pertumbuhan, perkembangan, penyimpangan,
gerak. Kalau dikatakan masyarakat itu berubah, adalah ungkapan ini bernilai netral.
Bagaimana perubahan itu? Apakah positif atau negatif, “progress” atau “regress”,
majukah atau mundur? Pertanyaan ini menyangkut nilai perubahan.
Tidak tiap perubahan bersifat maju, mungkin juga bersifat mundur. Apakah is
berisfat maju atau mundur banyak bergantung pada ukuran yang dipakai. Seorang
pemuda desa datang ke kota, melepaskan ikatan-ikatan adat daerahnya,
menggantikannya dengan cara hidup Barat, dipandang oleh orang “modern” sebagai
21
perubahan yang maju, tapi sebaliknya oleh orang-orang desanya. Orang tuanya
mengeluh, karena anaknya sudah rusak, artinya mundur. Tetapi kalau perubahan
menyangkut hasil metarial, ukuran mudah disatukan. Menjahit pakaian dengan tangan
diubah dengan menjahit dengan mesin bermakna maju, karena lebih cepat, lebih rapi,
tidak banyak membuang tenaga.
Pada umumnya orang berpendapat bahwa motivasi perubahan adalah
kemajuan teknik. Tetapi setiap penemuan teknik berakibat pada perubahan mental.
Dengan demikian perubahan teknik dapat menyebabkan perubahan masyarakat
disemua sektor. Pendapat dan penilaian berubah, sehingga penemuan teknik dan
penggunaannya menghendaki filsafat hidup baru, meninggalkan filsafat hidup lama.
Dari pandangan sejarah di atas tersimpul, perubahan teknik mengubah
ekonomi, perubahan ekonomi mengubah kebudayaan. Bagi Marx ekonomilah yang
jadi faktor penentu kehidupan manusia. Jadi perubahan ekonomi mengubah
kehidupan manusia. Soal ekonomi ialah soal materi. Tindakan dalam ilmu, seni,
agama, moral, hukum dan politik (aspek-aspek kebudayaan menurut Marx) adalah
endapan dan keadaan ekonomi. Jadi kebudayaan adalah hasil daripada keadaan
materi. Kalau kehidupan dibagi dua, yaitu bangunan atas dan bangunan bawah,
adalah bagian atas itu kebudayaan yang bersifat rohaniah; dan bangunan bawah :
ekonomi, bersifat materi. Bangunan atas bergantung pada bangunan bawah.
Selanjutnya Marx berteori, ekonomi ditentukan oleh produksi dan produksi
ditentukan oleh adat. Alat-alat itu materi, yang dihasilkannyapun materi. Karena
itulah perkembangan masyarakat ditentukan oleh materi. Perkembangan masyarakat
22
itu adalah “histrory” (sejarah). History ditentukan oleh materi. Karena itulah filsafat
Marx itu disebut orang historis materialisma.
Berbeda dari teori materialisma itu, Islam memandang motivasi perubahan
ialah rohani. Mari kita ikuti kembali jalan fikiran materialisma itu kembali.
Masyarakat berubah karena perubahan ekonomi. Ekonomi berubah karena perubahan
teknik (alat). Jalan pikiran ini tidak dapat ditolak, karena memang demikianlah
adanya. Sekarang kita lanjutkan. Kenapa terjadi perubahan teknik? Karena manusia
mendapat ilham, atau karena manusia berpikir, atau hasil dari pemikiran manusia.
Kalau kita bicara tentang ilham atau pemikiran, kita bicara tentang rohaniah. Jadi
perubahan teknik rupanya bukan berpangkal dari teknik itu sendiri, tapi dari rohani
manusia. Jadi motivasi perubahan masyarakat ialah rohani manusia, melalui teknik.
Penemuan dan penggunaan teknik baru membawa kepada perubahan nilai.
Filsafat hidup lama menjadi disangsikan, perubahan teknik itu menghendaki filsafat
hidup baru. Perubahan teknik menimbulkan perubahan antara kesatuan-kesatuan
sosial dalam masyarakat. Untuk masa tertentu terganggu keseimbangan dalam
masyarakat, sebab setiap perubahan sikap suatu kesatuan sosial meminta perubahan
sikap pula pada kesatuan sosial lainnya. Akibatnya seluruh pola masyarakat menjadi
berubah.
Masyarakat Muslim yang “sedang berkembang” menghadapi masalah dalam
pembangunan itu. Apakah dengan memperbaiki keadaan materinya masalah sudah
selesai? Kemajuan materi dapat membawa mereka kepada sekularisma. Menurut
penilaian Islam sekularisma itu bukanlah kemajuan, tapi kemunduran. Dilihat dari
23
segi materialisma is maju, tapi dipandang dari segi rohaniah ia mundur. Sekularisma
hanya memperhitungkan kepentingan kebudayaan. Kepentingan agama diabaikan,
seterusnya ditolak. Kebahagiaan bagi sekularisma ada di dunia, bukan di akhirat.
Karena itu kemajuan teknik dan ilmu-ilmu modern itu mesti diimbangi oleh
kemajuan agama (kepahaman, amalan dan penghayatan). Kemajuan materi saja tanpa
kemajuan rohaniah, menimbulkan ketidakseimbangan agama dan kebudayaan.
Ketakpaduan (desintegrasi) then Islam akan membawa kepada krisis, terutama dalam
bentuk sekularisma itu.
IV
PENUTUP
Agama Islam memainkan peranan dalam kehidupan pribadi dan masyarakat,
sekalipun masyarakat itu telah disusupi oleh kebudayaan Barat atau dipengaruhi oleh
sekularisma. Dalam masa massyarakat mengalami perubahan sosial yang dahsyat,
maka pribadi danm masyarakat kehilangan pegangan, karena lembaga-lembaga yang
sesungguhnya merupakan pemberi pegangan (seperti kebudayaan, keluarga,
pendidikan) sedang dalam perobahan dan lembaga-lembaga itu sendiri tidak dapat
mengatasi persoalannya. Dalam suasana dan keadaaan beginilah agama dapat
membantu dengan memberi pegangan agar pribadi dan masyarakat tidak gelisah dan
menemukan pegangan yang pasti dan benar pada ajaran Tuhan. Tetapi untuk ini
metoda atau pendekatan ajaran agama itu mestilah di hidangkan sesuai dengan
24
perobahan sosial. Misalnya tafsiran dan penjelasan diberikan sesuai dengan
perobahan cara berfikir masyarakat dan ilmu-ilmu modern di manfaatkan untuk
menerangkan ajaran-ajaran agama.
Agama Islam mampu, bahkan justeru berfungsi, untuk mengawal dan
mengarahkan perobahan-perobahan sosiobudaya, baik perobahan lembaga dan
norma-normanya ataupun konsepsi-konsepsi. Karena is (berbeda dengan agama
Nasrani yang hanya mengatur urusan agama) memberikan prinsip dan asas
kebudayaan dan menentukan arah perobahan masyarakat. Prinsip, asas dan arah itu
bersifat serba tetap. Kembali kita kepada teori then Islam. Agama yang serba tetap
menggariskan pegangan hidup, menentukan prinsip dan asas yang serbatatap
sosiobudaya dan menunjukkan tujuan kehidupan. Pelaksanaan sosiobudaya boleh
berobah serbaterus yang di laksanakan oleh akal, tapi tetap dalam pola yang di
gariskan oleh agama. Maka perobahan-perobahan tidak menimbulkan krisis. Banyak
kita dengar misalnya krisis kehidupan pribadi berujung dengan bunuh diri. Ini tidak
ditemukan pada Muslim. Kalau ia terbentur dengan krisis ada tempat pelariannya.
Tuhan adalah tempat pelarian yang terjamin dan selamat.
Agar agama Islam kembali berperanan dalam perobahan-perobahan
sosiobudaya umat Islam, konsepsi then Islam yang lengkap dan utuh perlu
diamankan, yaitu perpaduan agama Islam dengan kebudayaan Islam. Asas dan
prinsip kebudayaan di kembalikan kepada agama untuk menentukannya, sehingga
norma-norma sosial di kawal dan di arahkan oleh agama.

Jangan Hidup Seperti Burung

Jangan Hidup Seperti Burung

      Dalam al-Qur'an terdapat kisah yang sangat menarik untuk dijadikan uswah. Di mana ada seorang ibu yang bercita-cita ingin menjadikan anknya seorang hamba yang shalih. Hamba yang akan menegakkan agama Allah di permukaan bumi.

     Kisah itu tertuang pada surah Ali 'Imran 35: "(Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: 'Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui'."

   Dia tidak menginginkan anaknya menjadi seorang yang punya gelar kesarjanaan, jabatan dan kedudukan yang terhormat. Dia tidak menginginkan sesuatu yang sifatnya keduniawian yang hanya berkisar pada pemenuhan kebutuhan perut, syahwat dan tempat tinggal.
      
      Mencari nafkah memang perlu, bahkan wajib. Demikian juga mencari tempat tinggal, juga perlu. Akan tetapi hidup yang dikaruniakan Allah ini, bukan hanya untuk mencari makan, lalu menikah dan beranak pinak saja. Setelah anaknya dewasa disuruhlah mereka mencari nafkah sendiri.

   Jika hidup hanya seperti ini, sama dengan hidupnya burung. Pagi-pagi sudah bertebaran mencari makanan, kembali ke sarang perutnya sudah kenyang. Anak-anaknya yang masih kecil-kecil di dalam sarang dikasih makanan yang dibawanya. Malamnya kumpul kembali sekeluarga di sarang. Pekerjaan ini terus berlangsung setiap hari sampai anaknya bisa mencari makan sendiri. Burung-burung yang telah dewasa mengerjakan pula rutinitas seperti seniornya. Mencari makan, kawin, bikin rumah dan membesarkan anak.

      Bila gelar, pangkat dan kedudukan yang tinggi hanya untuk memenuhi kebutuhan perut dan di bawah perut, tentulah hidupnya berada pada derajat yang rendah. Tidak ada cita-cita lain dalam hidupnya kecuali untuk itu. Bekerja untuk mencari makan. Makan untuk bekerja. Berputar terus dari itu ke itu.

      Padahal tugas manusia bukan untuk itu. Tugas manusia adalah menjadi khalifah, wakil Allah di muka bumi. Sebagai wakil Allah, haruslah ia berusaha menjalankan aturan-aturan Allah di permukaan bumi. Menegakkan kalimah-Nya dan memenangkan agama-Nya.

      Jika hidup hanya unutk mencari makan saja, cecak pun bisa. Dia yang hanya menempel di dinding dan tidak bisa terbang, tapi tetap bisa hidup dengan memakan hewan-hewan yang punya sayap. Dia hanya menunggu nyamuk-nyamuk yang kekenyangan hinggap di dinding, sehingga dapat menangkapnya dengan mudah.

     Lihatlah istri 'Imran, dia hanya mencita-citakan anaknya menjadi anak yang shalih dan berkhidmat di Baitul Maqdis. Dia tidak mencita-citakan anaknya mendapatkan pangkat, kedudukan, kekayaan dan lain sebagainya yang sifatnya hanya duniawi semata.

      Adakah di zaman sekarang ini seorang ibu yang mempunyai cita-cita seperti itu? Rasanya hanya sedikit orang saja yang mempunyai cita-cita seperti itu. Pastilah kita dapati kebanyakan ibu-ibu menghendaki anaknya mempunyai status sosial yang tinggi. Punya gelar, kedudukan, pangkat, jabatan, atau menjadi orang kaya.
Cita-cita yang dimiliki istri 'Imran ini memang langka dan aneh menurut ukuran dan pola pandang orang sekarang. Tapi itulah cita-cita yang akan membedakan kedudukan manusia dengan makhluk lainnya. Manusia mulia karena fungsi kekhalifahannya didayagunakan. Yakni menegakkan kalimah tauhid di belahan bumi manapun. Itulah tugas utama seorang hamba. Dari tingkat rasul sampai kepada tingkat kita sebagai manusia biasa.
Sang ibu bila mempunyai cita-cita yang mulia ini, janganlah lupa bila telah terlahir seorang anak, maka cepat-cepatlah meminta pertolongan, perlindungan dan pemeliharaan Allah dari syetan yang terkutuk. Syetan tidak akan tinggal diam membiarkan anak tersebut mencapai cita-citanya. Pastilah dia akan menggoda, merayu dan membisikkan bisikannya yang penuh tipu daya agar anak tersebut langkah-langkahnya menyimpang dan tersesat. Syetan akan berusaha menggelincirkannya pada jalan yang menjerumuskannya pada kemungkaran.
Inilah perlunya meminta pertolongan dan perlindungan Allah. Jika Allah telah melindunginya pastilah dia akan terpelihara dari godaan syetan yang akan menyesatkannya.

      Akan tetapi cita-cita yang luhur, agung dan mulia saja belum cukup untuk mendapatkan anak yang diidam-idamkan itu. Masih ada perangkat lain yang menunjang tercapainya tujuan ini. Yakni pendidikan dan lingkungan.

     Maryam -anak keluarga 'Imran- menjadi hamba yang shalihah dan taat berkat adanya didikan dan lingkungan yang mengantarkannya. Dia dididik oleh manusia pilihan Allah, Nabi Zakaria. Maryam dididiknya dengan baik dan pemeliharaan yang penuh kasih sayang. Tumbuhlah Maryam menjadi seorang manusia yang suci. Manusia yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT.

   Jelaslah di sini bahwa untuk mewujudkan cita-cita itu perlu pendidikan, lingkungan dan suasana yang mendukung. Keinginan untuk menjadikan anak yang shalih harus didukung faktor-faktor tersebut. Tanpa itu, jangan harap bisa menjadi kenyataan. Berat untuk mewujudkan kalau anak-anak kita dididik dengan pendidikan yang jauh dari norma-norma agama.

      Pendidikan yang berkiblat ke Barat yang sekuler, adalah pendidikan yang membentuk kepribadian anak menjadi materialistis dan hedonis. Ditambah lagi dengan lingkungan yang bisa menyeret pada tindak kelakuan menyimpang dari fitrah kemanusiaan. Yang hanya menumbuhkembangkan dominasi nafsu dan mematikan peran serta ruh.

    Langkah-langkah yang dipakai atau digunakan untuk membentuk anak yang shalih dan mempunyai cita-cita menegakkan kalimah Allah adalah dengan memasukkan anak-anak kita pada tempat yang telah dikondisikan untuk itu. Di tempat yang sudah menyiapkan perangkat-perangkat yang memprogram proses penumbuhan cita-cita mulia ini. Lingkungan dan pendidikan yang bisa menjabarkan tentang tugas dan kewajiban seorang hamba yang diciptakan Allah.

   Apa perlunya Allah menciptakan manusia? Dan apa peranannya di muka bumi? Apakah hanya untuk makan, kawin dan bikin pondokan? Perlu sekali kita sebagai seorang muslim untuk mengetahui itu semua. Apalah artinya kita hidup di dunia ini bila tidak mengetahui peran dan fungsi kita. Tidak ada nilai lebih yang kita dapati, bila dalam kehidupan ini tidak mengetahui arah dan tujuannya.

       Untuk mencari tempat atau lingkungan seperti itu di zaman sekarang ini memang cukuplah sulit. Lingkungan yang ditata secara alamiah, ilmiah dan Islamiah. Lingkungan yang menumbuhkembangkan ghirah keislaman dan pendayagunaan peranan manusia sebagai seorang khalifah. Seseorang yang menjadi pesuruh-pesuruh Allah dalam menerapkan aturan-aturan-Nya, ayat-ayat-Nya atau ketentuan-ketentuan-Nya di permukaan bumi. Seseorang yang akan berjuang terus selama kalimah la ilaha illallah belum bisa ditegakkan. Selama syariat-syariat Allah belum dijalankan. Dan selama firman-firman Allah belum diterapkan.

      Kesulitan untuk mencari tempat seperti ini janganlah menjadikan kita berputus asa. Insya Allah bila kita telah mencita-citakan untuk li i'laikalimatillah yang mulia dan berusaha untuk terus mencari, pastilah Allah akan mengantarkan kita pada tempat yang diidamkan. Allah SWT akan mengantarkan dan menunjuki jalan kepada hamba-Nya yang selalu mencari kebenaran. Hidayah Allah akan diberikan kepada makhluk yang Dia kehendaki.

      Sungguh agung cita-cita ini. Tiada lagi cita-cita yang bisa mengantarkan kemuliaan kecuali cita-cita menegakkan kalimah Allah. Berbahagialah hamba-hamba Allah yang berkeinginan mendapatkan derajat kemanusiaan yang tertinggi dan terhormat. Cita-cita yang akan mendapatkan imbalan dari Allah berupa kenikmatan yang tiada taranya, yakni jannah. Kenikmatan yang belum pernah terlintas pada pendengaran, penglihatan, dan hati. Hidup kekal selamanya dalamnya.

Analisis Kebijakan

ANALISIS KEBIJAKAN PEMPROV SELAWESI SELATAN TENTANG KESEHATAN GRATIS

A.     Judul
“Analisis Kebijakan PEMPROV Selawesi Selatan Tentang Kesehatan Gratis”
B.     Latar Belakang Masalah
Sebagaimana kita ketahui bahwa setiap individu dan semua warga Negara berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Program jaminan sosial pada dasarnya adalah sebuah program untuk mewujudkan kesejahteraan melalui pendekatan sistem, dimana negara dan masyarakat secara bersama-sama ikut bertanggung jawab dalam penyelenggaraannya.
Konstitusi Negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945 terutama pada Pasal 28 (ayat 3) dan Pasal 34 (ayat 2) mengamanatkan bahwa “Jaminan Sosial adalah hak setiap warga negara” dan “Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu”.
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, menegaskan bahwa terdapat 5 (lima) Program Jaminan Sosial diantaranya ; Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian.
Oleh karena itu, pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk kewajiban dan urusan yang perlu mendapat perhatian serius dari Pemerintah Pusat dan Daerah. Namun demikian dalam pelaksanaannya, pelayanan kesehatan bagi masyarakat belum dapat dikatakan berjalan dengan optimal dikarenakan berbagai kendala dan masalah yang masih ditemukan.
Pelayanan Kesehatan Gratis yang dicanangkan sejak 1 Juli 2008 oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten/Kota, merupakan momentum yang sangat baik dan tepat dalam rangka memberikan kesempatan bagi masyarakat Sulawesi Selatan guna mengakses pelayanan kesehatan, disamping itu dapat memberi solusi terhadap masalah-masalah kesehatan yang selama ini menjadi beban pemerintah dan masyarakat serta akan memberikan sumbangan yang sangat besar bagi terwujudnya percepatan pencapaian indikator pembangunan kesehatan yang lebih baik.
Sebagai wujud keberpihakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan terhadap pembangunan kesehatan di daerah ini, telah tergambarkan dalam presentase APBD Provinsi Sulsel terhadap alokasi anggaran sector kesehatan (Tahun 2011 sebesar 14,47 %) dan hal ini membuktikan bahwa target yang diharapkan dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 sudah terlampaui yaitu minimal 10 % dari total APBD.
Namun, di balik pencanangan mengenai kesehatan gratis tersebut juga mengalami berbagai macam masalah atau hambatan dalam proses implementasinya, itu dikarenakan di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki penduduk kurang lebih dari 7 juta jiwa saat ini. Dan dari sekian banyak penduduk tersebut masih ada sekitar 15-25 % masyarakat miskin, mungkin bahkan lebih. Sedangkan dana yang dipergunakan tersebut adalah dana APBD yang khusus di alokasikan untuk program kesehatan gratis.
Program kesehatan gratis yang diluncurkan pada tahun 2008 oleh Gubernur itu masih terdapat banyak masalah, masalah tersebut terutama terjadi di Kabupaten/Kota atau di daerah-daerah terpencil. Sehingga masih banyak masyarakat yang sampai saat ini belum pernah merasakannya, padahal semestinya itu gratis bagi mereka yang tidak mampu. Namun, ketika mereka hendak berobat ke Puskesmas atau RS ada-ada saja sehingga harus merogo kocek dengan berbagai alasan ataupun cara dari pihak terkait. Dan bahkan adapulah kasus seorang ibu rumah tangga yang hendak melahirkan tapi tergolong tidak mampu dan tidak mempunyai biaya persalinan, sehingga dia ditolak pihak RS dengan berbagai alasan dan ini terjadi di kabupaten Bone pada akhir tahun lalu.
Namun, pada dasarnya sesuai dengan TAP Gubernur tentang pelayanan kesehatan gratis itu memberi kemudakan bagi mereka yang tidak mampu untuk lebih mudah mengakses layanan kesehatan. Tapi yang terjadi, malah mereka dipersulit. Padahal ini menyangkut hidup mati seseorang yang harus dan wajib hukumnya di layani. Inilah sebuah fenomena yang lucu di Bangsa kita yang tercinta ini,dimana sudah jelas-jelas aturan atau regulasi yang telah ditetapkan dan diterapkan kepada semua pihak yang terkait, namun tidak mampu memberikan pelayan yang baik bagi masyarakat kita. Padahal itu sudah dianggarkan dan telah dibiayai oleh negara untuk kemaslahatan masyarakat banyak.
Sehingga terjadi berbagai gejolak dikalangan masyarakat terkait pelayanan kesehatan gratis tersebut itu, dan menimbulkan mosi tidak percaya oleh masyarakat terhadap pemerintah. Karena peloayanan kesehatan gratis tidak berjalan sebagaimana semestinya, “GRATIS TAPI MAHAL”. Karena dikatan gratis berarti segala sesuatunya tanpa biaya bagi mereka yang tidak atau kurang mampu.namun yang terjadi malah sebaliknya, sehingga menimbulkan tanda tanya besar dikalangan masyarakat kita, bahwa apa yang terjadi dibalik ini semua???
Dalam rangka akselerasi pencapaian Universal Coverage untuk penjaminan pelayanan kesehatan semesta semua Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan diharapkan dapat memberi kontribusi yang maksimal terhadap hal tersebut, agar program pelayang kesehatan bratis mampu berjalan lancar dan memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat yang kurang mampu sehingga mereka juga bisa merasakan manfaat dari program kesehatan gratis. Dan untuk mencapai hal tersebut, sehingga Program Pelayanan Kesehatan gratis selalu bersenergi antara pihak pemberi layanan dengan yang dilayani. Dan untuk  itu semuah mencapai, maka semua pihak yang terkait harus selalu bersenergi satu sama lain.


DAFTAR PUSTAKA
pedomanrakyat.blogspot.com/.../kesehatan-gratis-... - Translate this page
repository.unhas.ac.id/.../2.%20SKRIPSI.pdf?...2 - Translate this page
kebijakankesehatanindonesia.net/.../Citrakesumasar... - Translate this page
kebijakankesehatanindonesia.net/.../Amran%20Raz... - Translate this page
yantigobel.wordpress.com/.../program-kesehatan-g... - Translate this page

Arung Palakka


Arung Palakka dan Riwayat Persekutuan 236 tahun
Posted on March 12, 2012 by daengrusle
Description: http://www.daengrusle.net/wp-content/uploads/2012/03/ArungPalakka-232x300.jpg
Lukisan Wajah Arung Palakka
Tulisan ini tak hendak ikut-ikutan memberi cap “pengkhianat” bagi bangsa Indonesia kepada sosok yang dikenal tak punya rasa takut ini “La Tenri Tatta”, sesuatu yang sejatinya tak layak disematkan mengingat nama Indonesia sendiri belum lahir saat Arung Palakka hidup. Meski Hasanuddin, seteru nya dilabeli gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia, tak serta merta kemudian menempatkan Arung Palakka di kutub berbeda.
Anak Asuhan Karaeng Pattingalloang
Bone adalah sebuah nama besar. Sejak abad 14M, nama Bone sudah digaungkan dengan berbagai macam panji kebesaran. Adalah Matasilompoé [Manurungngé ri Matajang] (1392-1424) yang tercatat dalam tarikh sebagai yang mula-mula menegakkan kerajaan di pesisir timur semenanjung Sulawesi Selatan ini. Kerajaan yang berada di bibir teluk Bone ini mulai melenggang dalam panggung sejarah Indonesia sejak abad 17 hingga di abad modern kini.
Bone, menyeruak dalam kronik penulisan sejarah nasional Indonesia sejatinya bermula pada posisi yang kurang simpatik. Ketika pertamakali menyebut nama Bone, maka ingatan sejarah kita akan memunculkan sosok Arung Palakka, Raja Bone ke-16 yang bernama lengkap Arung Palakka La Tenritatta To Ureng To-ri SompaE Petta MalampeE Gemme’na Daeng Serang To’ Appatunru Paduka Sultan Sa’adduddin Matinroe ri Bontoala (1672-1696) – sosok penting yang menjadi penyebab jatuhnya kerajaan Gowa Tallo tahun 1669. Juga tak bisa disangkal bahwa dia dan balatentara To Angke nya turut andil di bawah arahan VOC menumpas pemberontakan Minangkabau 1666 dan Trunojoyo Madura 1679.
Arung Palakka, sosok kontroversial ini berada di kutub berseberangan dengan Sultan Hasanuddin, Sultan Gowa yang sezaman dengannya dan kemudian ditahbiskan sebagai Pahlawan Nasional. Karena pilihan politiknya saat itu, dengan tetap menghormati latar belakang sosio-historisnya, Arung Palakka kelak kemudian lebih sering dimasukkan dalam deretan sosok antagonis dalam laku sejarah, berada dalam barisan yang sama dengan Sultan Haji (Banten), Amangkurat II (Mataram), hingga Sultan Hamid II (Pontianak). Namun terlepas dari segala kontroversinya, sosok Arung Palakka nyatanya hingga kini menjadi simbol kehormatan dan perlawanan rakyat Bone terhadap kekuasaan asing (Gowa-Tallo).
Tulisan ini tak hendak ikut-ikutan memberi cap “pengkhianat” bagi bangsa Indonesia kepada sosok yang dikenal tak punya rasa takut ini “La Tenri Tatta”, sesuatu yang sejatinya tak layak disematkan mengingat nama Indonesia sendiri belum lahir saat Arung Palakka hidup. Meski Hasanuddin, seteru nya dilabeli gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia, tak serta merta kemudian menempatkan Arung Palakka di kutub berbeda. Buku Sejarah mesti bijak dan netral menempatkan sosok ini, kalau tak hendak menyesatkan generasi masa depan dengan labelisasi yang menyesatkan. Bagi Bone, Arung Palakka adalah pahlawan. Bagi Gowa Tallo (bukan Indonesia), memang Arung Palakka adalah sosok penentang yang telah mempermalukan Gowa Tallo hingga beratus tahun kemudian. Bagi kita, Arung Palakka layak dijadikan salah satu bahan “pembacaan” bijak mengenai sejarah bangsa bugis mempertahankan kehormatannya.
Arung Palakka sendiri sejatinya sejak berumur 11tahun sudah diasuh dalam lingkungan istana Gowa-Tallo. Adalah Karaeng Pattingalloang, tumabbicara butta (mahapatih) yang turun langsung mengasuh pangeran Bone ini. Bersama puluhan bangsawan Bone, kala itu Arung Palakka berada dalam pengawasan Gowa Tallo sebagai duta/tawanan kerajaan Bone yang baru saja takluk. Arumpone saat itu, La Maddaremmeng (memerintah 1625-1640) dihukum oleh Gowa-Tallo atas desakan bangsawan Bone termasuk ibundanya sendiri Datu Pattiro We Tenrisoloreng, juga karena kerajaan Wajo dan Soppeng merasa terganggu dengan kebijakan politis-ekspansif La Maddaremmeng di wilayah Bone, Wajo dan Soppeng. La Maddaremmeng sendiri dipercaya mendesakkan keyakinannya untuk menghapuskan perbudakan, dan penerapan syariat Islam yang ketat dengan pelarangan sabung ayam, judi dan minum tuak; sebuah kebijakan yang saat itu tidak popular dan mengancam kedudukan para bangsawan. Dalam sebuah serangan kolosal, psaukan Gowa-Tallo yang dipimpin langsung Patih Karaeng Pattingalloang berhasil membekuk Bone dan menawan La Maddaremmeng bersama beberapa pengikutnya, termasuk bocah Arung Palakka dan keluarganya.
Description: http://www.daengrusle.net/wp-content/uploads/2012/03/Karaeng_Patingalloang1-207x300.jpg
Lukisan rekaan Karaeng Patingalloang
Tentang Karaeng Pattingalloang, bapak asuh Arung Palakka ini terkenal sebagai sosok cerdas penyuka sains yang menjadi sentra kebijakan Gowa-Tallo yang cemerlang. Di masa mahapatih yang menguasai setidaknya tujuh bahasa asing ini, Gowa-Tallo tumbuh menjadi negara maritim yang kuat dan sangat disegani di kawasan Indonesia bagian timur. Tak kurang dari Sulu, Sumbawa, Timor, Bima, Aru, Banda, Borneo merasakan pengaruhnya. Semenjak kejatuhan Melaka tahun 1511 oleh Protugis, para saudagar beralih ke pelabuhan Makassar yang kebetulan memang berada di lintas strategis pelayaran dari dan ke Maluku, kepulauan penghasil rempah yang pesonanya tercium ke seantero dunia hingga bangsa Eropa membangkitkan visi imperialismenya.
Bangsa-bangsa asing banyak berdatangan ke Makassar untuk berniaga, termasuk pedagang Melayu, Inggris, Spanyol, Arab dan Belanda. Pada suatu ketika, pedagang Belanda berbuat keonaran di pelabuhan Makassar dan karenanya mereka diusir dan tak diperkenankan lagi berdagang di Makassar setelah kejadian itu. Sejak itu, dendam mulai dipelihara oleh pedagang Belanda dan menjadi musabab awal diincarnya Gowa-Tallo untuk dikuasai VOC kemudian. Di masa itu, Arung Palakka tumbuh menjadi pangeran cerdas yang mengikuti seksama kebijakan-kebijakan Karaeng Pattingalloang, yang kebetulan juga sangat menghargai kecerdasan Karaeng Serang, nama remaja Arung Palakka.
Tahun 1654, Karaeng Pattingalloang mangkat dan digantikan putranya yang rupanya kurang mewarisi kebijaksanaan ayahnya, Karaeng Karunrung. Karaeng muda ini terkenal sangat temperamental dan lebih menyukai aktifitas militer yang ekspansif. Untuk memperkuat kerajaan Gowa-Tallo, dia memerintahkan pembangunan kanal raksasa di sekitar benteng-benteng yang dimiliki kerajaan. Para tawanan kerajaan dikerahkan dalam pembangunan ini, tidak terkecuali bangsawan-bangsawan Bone termasuk Arung Palakka. Dengan kerja paksa yang melelahkan dan merendahkan martabat mereka, Arung Palakka kemudian berpikir untuk mengumpulkan bangsawan-bangsawan Bone yang jadi pengikutnya untuk melarikan diri dari Makassar. Bersama 4000 pengikutnya, ia menghindari kejaran pasukan Gowa Tallo menuju Buton, kemudian pada akhirnya berlabuh di Batavia tahun 1664 yang disambut oleh sahabatnya Corneelis J Speelman yang saat itu baru saja dipecat dari posisi Gubernur Jendral VOC di Coromandel, Srilanka.
Triumvirat Speelman-Arung Palakka-Jonker
Description: http://www.daengrusle.net/wp-content/uploads/2012/03/220px-Cornelis_Speelman_1628-16841.jpg
Cornelis J Speelman (1628-1684)
Batavia tahun 1665 menjadi tempat pertemuan tiga pemuda yang masing-masing memiliki ambisi individual menegakkan kehormatannya. Laksamana Cornelis Janszoon Speelman (36tahun) adalah petinggi VOC Coromandel yang dipecat karena perdagangan gelap, Arung Palakka (30tahun) adalah pangeran Bone yang kabur dari kerajaan Gowa-Tallo, Kapitan Jonker (40an tahun) adalah raja muda muslim Tahalele asal Maluku yang terusir dari kampungnya. Ketiganya kemudian diam-diam membentuk sebuah triumvirate yang bergerak di bawah panji perusahaan dagang Hindia Timur milik Belanda VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).
Di tangan triumvirate ini, kekuatan militer menjadi wajah yang lazim digunakan VOC dalam mengamankan kepentingannya. Riwayat kekerasan di balik politik dagang monopolistic konon bermuasal dari persekutuan ini. Berbagai ekspedisi militer dikerahkan di berbagai wilayah kekuasaan VOC, sebutlah misalnya ketika Arung Palakka dan pasukannya dikerahkan dalam ekspedisi Verspreet yang berhasil menumpas perlawanan rakyat Minangkabau dan seluruh pantai barat Sumatera. Ekspedisi militer ini juga berhasil memutus hubungan Minangkabau dengan Aceh, sekaligus berhasil menguasai sumber tambang emas Salido yang terkenal. Oleh Arung Palakka bersama Speelman, kekuasaan VOC diperluas hingga Ulakan di Pariaman yang kemudian mengangkat Arung Palakka diangkat sebagai Raja Ulakan. Kisah seputar riuh penguasaan tambang emas Salido ini kemudian diangkat menjadi latar novel fiksi-sejarah bertajuk Rahasia Meede – Misteri Harta Karun VOC (Penerbit Hikmah, 2007) yang ditulis oleh ES Ito.
Ekpedisi militer lainnya yang melibatkan triumvirate ini juga berlangsung di beberapa daerah, terutama yang terkenal adalah penaklukan Gowa-Tallo dalam Perang Makassar (1667-1669) dan penumpasan pemberontakan Trunojoyo di Jawa Timur (1679). Tercatat juga mereka turun dalam medan perang di Palembang dan Jambi (1681), serta Perang Banten saat memadamkan perlawanan Sultan Abu’lFatah   (1682-1683).
Pencapaian paling penting Arung Palakka bersama dua kompatriotnya ini tak lain adalah takluknya Gowa-Tallo dalam Perang Makassar (1667-1669) dan Bone kembali berdaulat setelah sekian lama menjadi kerajaan bawahan. Tak hanya itu saja, keberhasilan ini menguatkan dominasi dan hegemoni kekuatan Bone, dan Arung Palakka secara individual atas seluruh semenanjung Sulawesi bagian selatan, dari Selayar di selatan, hingga Mandar dan Toraja serta Luwu di utara. Sebaliknya, kekalahan Gowa-Tallo meninggalkan luka sejarah yang mengoyak hubungan kedua bangsa ini hingga beratus-ratus tahun kemudian.
Description: http://www.daengrusle.net/wp-content/uploads/2012/03/makam-kapiten-tele-jonker-300x170.jpg
Makam Kapitan Jonker di Pejonkeran, Marunda
Persekutuan tiga serangkai Speelman-Arung Palakka-Jonker ini nyatanya juga meninggalkan jejak di buku-buku sejarah, syair-syair Makassar, sinrilik dan cerita-cerita lokal Bugis Makassar. Bahkan riwayat persekutuan ini terabadikan pada sebuah nama tempat di utara Jakarta. Konon, pasukan Arung Palakka menamakan dirinya sebagai To Angke’ (Bahasa Bugis: Orang Yang Memiliki Kehormatan), sebagai bentuk simbolis gerakan pemberontakan mereka untuk mengembalikan kehormatan Bone dari kuasa kuasa Gowa-Tallo. Hingga kini, tanah perdikan yang dihibahkan kepada Pasukan Bone di mulut teluk Jakarta itu dinamakan Muara Angke, tempat menetapnya orang-orang Bugis Bone yang menamakan dirinya orang Angke’. Hingga kini, kawasan itu banyak didiami oleh orang-orang Bugis perantauan. Kapitan Jonker sendiri mendapat tanah luas di Marunda, yang kelak tanah itu di kenal sebagai daerah Pejonkeran.
Persekutuan 236 tahun
Telatennya Arung Palakka merawat hubungan saling menguntungkan antara dirinya dan Speelman kala itu menjejakkan sebuah kesepahaman untuk saling menjaga kedaulatan bahkan hingga keduanya terubujur mati di dalam tanah. Kedudukan VOC terkuatkan dengan dukungan balatentara dari Bone, dan sebagai imbalannya VOC mendukung penuh kedaulatan Bone atas wilayah dan pengaruhnya dari gangguan kerajaan-kerajaan lainnya. Bahkan Arung Palakka kemudian memperlebar dominasi geo-politis individualnya tidak hanya seluas wilayah Bone yang dia warisi, tapi juga berhasrat mempersatukan Sulawesi Selatan dalam rengkuhan singgasananya, termasuk Toraja dan Luwu di utara, yang sejak dulu jauh dari hiruk pikuk kekuasaan politik di selatan.
Sejatinya, dominasi Bone di Sulawesi Selatan pada abad 17 dan 18M menimbulkan sederet luka pada kerajaan-kerajaan sekitarnya. Meski terikat dalam perjanjian kuno Tellumpoccoe antara tiga kerajaan Bone, Soppeng dan Wajo, namun tak ayal hegemoni Bone yang berlimpah semenjak Perang Makassar menyebabkan kedudukan kerajaan lainnya jatuh ke posisi paria, terutama Wajo dan Mandar. Saat Perang Makassar sendiri, Wajo dam Mandar cenderung memihak ke Gowa-Tallo. Banyak kronik kerajaan-kerajaan itu menyebutkan banyak bangsawan dan rakyat Wajo, juga Mandar dan Toraja diperdagangkan sebagai budak oleh Bone. Saat itu, perdagangan budak memang sempat menjadi komoditas yang sangat menguntungkan. Belum lagi soal beban pajak yang berat dikenakan kepada Wajo yang dianggap kalah perang. Hal yang sama berlaku untuk rakyat Mandar dan Toraja yang juga mengalami kekerasan serupa. Dalam banyak cerita rakyat disebutkan bahwa orang Bone berhak menampar wajah orang Wajo kalau menolak menyeberangkan mereka ke seberang Danau Tempe. Juga bagaimana pemeo yang tertanam di kepala orang Toraja melalui cerita-cerita rakyat bahwa Bone adalah pembawa petaka bagi negerinya. Konflik elite itu sesungguhnya kemudian sangat membekas di kalangan rakyat bawah yang paling merasakan dampak langsung pergumulan politis kerajaan-kerajaan itu.
Akhir hidup tokoh-tokoh persekutuan ini berakhir tragis, kecuali Arung Palakka. Speelman wafat di Batavia pada 11 Januari 1684, meninggalkan banyak kasus korupsi dan penyelewengan kekuasaan setelah dipecat dari posisi Gubernur Jendral VOC. Akhir hidup Kapitan Jonker mengenaskan. Setelah pelindung utamanya, Speelman wafat, ia sendiri kemudian dikejar-kejar pasukan VOC. Rumahnya di Marunda dikepung tahun 1689, dan Jonker yang bernama asli JonckerJouwa de Manipa terbunuh dalam peristiwa itu. Arung Palakka mangkat pada usia 61 tahun di Bontoala, tahun 1696. Ia dimakamkan di wilayah kekuasaan Gowa-Tallo yang diperanginya 30 tahun sebelumnya. Ia meninggal karena penyakit hidung yang menghinggapinya sejak berenang menyeberangi selat Madura di tahun 1679. Tak ada anak kandung yang didapatnya dari tiga pernikahan dengan bangsawan Bugis. Penggantinya, La Patau yang memerintah dari tahun 1696-1714 adalah keponakannya yang diangkat sebagai putra mahkota.
Buah dari hubungan mesra antara Arung Palakka dan Speelman berdampak hingga hingga dua abad setelah keduanya meninggal. Kerajaan Bone menjadi satu-satunya wilayah di Sulawesi Selatan, pun mungkin di seantero kepulauan Indonesia, yang masih bebas merdeka tanpa perlu membayar pajak dan upeti sebagai tanda takluk kepada pemerintah penjajah Belanda selama masa 236 tahun (1669 – 1905). Inilah hak khusus Bone yang mungkin tak dimiliki oleh kerajaan lainnya, dan diperbaharui setiap kali pergantian Gubernur Jendral hingga berakhir pada pecahnya Perang Bone tahun 1905. Perang yang berlangsung selama lima bulan di masa pemerintahan Arumpone LaPawawoi Karaeng Sigeri Matinroe ri Jakarta ini kemudian menamatkan riwayat persekutuan sejati Bone-Belanda sepanjang nyaris 30 windu ini.
Description: http://www.daengrusle.net/wp-content/uploads/2012/03/walipitue-300x217.jpg
Wali Pitue Bugis (sumber la galigo net)
Arung Palakka, sosok kontroversial yang berada di antara dua sisi sejarah ini memang semacam perekat tiga generasi. Dengan persekutuan yang dirintis melalui Speelman, ia bisa menjaga kedaulatan Bone hingga awal abad ke-20. Yang lebih hebat lagi adalah bahwa Arung Palakka yang sejatinya tak pernah terbersit kronik persentuhannya dengan agama Islam, kelak ditahbiskan sebagai salah satu Wali Pitue tanah Bugis. Mungkin meminjam “mitos” yang mirip dengan Wali Songo, dimasukkannya Arung Palakka sebagai salah satu tokoh wali sufi kemudian mengekalkan ketokohannya, sekaligus mencoba membersihkan tangannya yang penuh lumuran darah kekerasan bahkan saudara seperjuangannya Arung Bakke yang tewas dipenggalnya di Mandar. Di luar segala kontroversinya, Arung Palakka wajar dikagumi sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh luas dan teramat panjang di lintas masa peradaban Bugis dan Indonesia.