Jangan Hidup Seperti Burung
Dalam al-Qur'an terdapat kisah yang sangat menarik
untuk dijadikan uswah. Di mana ada seorang ibu yang bercita-cita ingin
menjadikan anknya seorang hamba yang shalih. Hamba yang akan menegakkan agama
Allah di permukaan bumi.
Kisah itu
tertuang pada surah Ali 'Imran 35: "(Ingatlah), ketika isteri 'Imran
berkata: 'Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam
kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena
itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui'."
Dia tidak
menginginkan anaknya menjadi seorang yang punya gelar kesarjanaan, jabatan dan
kedudukan yang terhormat. Dia tidak menginginkan sesuatu yang sifatnya
keduniawian yang hanya berkisar pada pemenuhan kebutuhan perut, syahwat dan
tempat tinggal.
Mencari nafkah
memang perlu, bahkan wajib. Demikian juga mencari tempat tinggal, juga perlu.
Akan tetapi hidup yang dikaruniakan Allah ini, bukan hanya untuk mencari makan,
lalu menikah dan beranak pinak saja. Setelah anaknya dewasa disuruhlah mereka
mencari nafkah sendiri.
Jika hidup
hanya seperti ini, sama dengan hidupnya burung. Pagi-pagi sudah bertebaran
mencari makanan, kembali ke sarang perutnya sudah kenyang. Anak-anaknya yang
masih kecil-kecil di dalam sarang dikasih makanan yang dibawanya. Malamnya
kumpul kembali sekeluarga di sarang. Pekerjaan ini terus berlangsung setiap
hari sampai anaknya bisa mencari makan sendiri. Burung-burung yang telah dewasa
mengerjakan pula rutinitas seperti seniornya. Mencari makan, kawin, bikin rumah
dan membesarkan anak.
Bila gelar,
pangkat dan kedudukan yang tinggi hanya untuk memenuhi kebutuhan perut dan di
bawah perut, tentulah hidupnya berada pada derajat yang rendah. Tidak ada
cita-cita lain dalam hidupnya kecuali untuk itu. Bekerja untuk mencari makan.
Makan untuk bekerja. Berputar terus dari itu ke itu.
Padahal tugas
manusia bukan untuk itu. Tugas manusia adalah menjadi khalifah, wakil Allah di
muka bumi. Sebagai wakil Allah, haruslah ia berusaha menjalankan aturan-aturan
Allah di permukaan bumi. Menegakkan kalimah-Nya dan memenangkan agama-Nya.
Jika hidup
hanya unutk mencari makan saja, cecak pun bisa. Dia yang hanya menempel di
dinding dan tidak bisa terbang, tapi tetap bisa hidup dengan memakan
hewan-hewan yang punya sayap. Dia hanya menunggu nyamuk-nyamuk yang kekenyangan
hinggap di dinding, sehingga dapat menangkapnya dengan mudah.
Lihatlah istri
'Imran, dia hanya mencita-citakan anaknya menjadi anak yang shalih dan
berkhidmat di Baitul Maqdis. Dia tidak mencita-citakan anaknya mendapatkan
pangkat, kedudukan, kekayaan dan lain sebagainya yang sifatnya hanya duniawi
semata.
Adakah di zaman
sekarang ini seorang ibu yang mempunyai cita-cita seperti itu? Rasanya hanya
sedikit orang saja yang mempunyai cita-cita seperti itu. Pastilah kita dapati
kebanyakan ibu-ibu menghendaki anaknya mempunyai status sosial yang tinggi.
Punya gelar, kedudukan, pangkat, jabatan, atau menjadi orang kaya.
Cita-cita yang
dimiliki istri 'Imran ini memang langka dan aneh menurut ukuran dan pola
pandang orang sekarang. Tapi itulah cita-cita yang akan membedakan kedudukan
manusia dengan makhluk lainnya. Manusia mulia karena fungsi kekhalifahannya
didayagunakan. Yakni menegakkan kalimah tauhid di belahan bumi manapun. Itulah
tugas utama seorang hamba. Dari tingkat rasul sampai kepada tingkat kita
sebagai manusia biasa.
Sang ibu bila
mempunyai cita-cita yang mulia ini, janganlah lupa bila telah terlahir seorang
anak, maka cepat-cepatlah meminta pertolongan, perlindungan dan pemeliharaan
Allah dari syetan yang terkutuk. Syetan tidak akan tinggal diam membiarkan anak
tersebut mencapai cita-citanya. Pastilah dia akan menggoda, merayu dan
membisikkan bisikannya yang penuh tipu daya agar anak tersebut
langkah-langkahnya menyimpang dan tersesat. Syetan akan berusaha
menggelincirkannya pada jalan yang menjerumuskannya pada kemungkaran.
Inilah perlunya
meminta pertolongan dan perlindungan Allah. Jika Allah telah melindunginya
pastilah dia akan terpelihara dari godaan syetan yang akan menyesatkannya.
Akan tetapi
cita-cita yang luhur, agung dan mulia saja belum cukup untuk mendapatkan anak
yang diidam-idamkan itu. Masih ada perangkat lain yang menunjang tercapainya
tujuan ini. Yakni pendidikan dan lingkungan.
Maryam -anak
keluarga 'Imran- menjadi hamba yang shalihah dan taat berkat adanya didikan dan
lingkungan yang mengantarkannya. Dia dididik oleh manusia pilihan Allah, Nabi
Zakaria. Maryam dididiknya dengan baik dan pemeliharaan yang penuh kasih
sayang. Tumbuhlah Maryam menjadi seorang manusia yang suci. Manusia yang diberi
keistimewaan oleh Allah SWT.
Jelaslah di
sini bahwa untuk mewujudkan cita-cita itu perlu pendidikan, lingkungan dan
suasana yang mendukung. Keinginan untuk menjadikan anak yang shalih harus
didukung faktor-faktor tersebut. Tanpa itu, jangan harap bisa menjadi
kenyataan. Berat untuk mewujudkan kalau anak-anak kita dididik dengan
pendidikan yang jauh dari norma-norma agama.
Pendidikan yang
berkiblat ke Barat yang sekuler, adalah pendidikan yang membentuk kepribadian
anak menjadi materialistis dan hedonis. Ditambah lagi dengan lingkungan yang
bisa menyeret pada tindak kelakuan menyimpang dari fitrah kemanusiaan. Yang
hanya menumbuhkembangkan dominasi nafsu dan mematikan peran serta ruh.
Langkah-langkah
yang dipakai atau digunakan untuk membentuk anak yang shalih dan mempunyai
cita-cita menegakkan kalimah Allah adalah dengan memasukkan anak-anak kita pada
tempat yang telah dikondisikan untuk itu. Di tempat yang sudah menyiapkan
perangkat-perangkat yang memprogram proses penumbuhan cita-cita mulia ini.
Lingkungan dan pendidikan yang bisa menjabarkan tentang tugas dan kewajiban
seorang hamba yang diciptakan Allah.
Apa perlunya
Allah menciptakan manusia? Dan apa peranannya di muka bumi? Apakah hanya untuk
makan, kawin dan bikin pondokan? Perlu sekali kita sebagai seorang muslim untuk
mengetahui itu semua. Apalah artinya kita hidup di dunia ini bila tidak
mengetahui peran dan fungsi kita. Tidak ada nilai lebih yang kita dapati, bila
dalam kehidupan ini tidak mengetahui arah dan tujuannya.
Untuk mencari
tempat atau lingkungan seperti itu di zaman sekarang ini memang cukuplah sulit.
Lingkungan yang ditata secara alamiah, ilmiah dan Islamiah. Lingkungan yang
menumbuhkembangkan ghirah keislaman dan pendayagunaan peranan manusia sebagai
seorang khalifah. Seseorang yang menjadi pesuruh-pesuruh Allah dalam menerapkan
aturan-aturan-Nya, ayat-ayat-Nya atau ketentuan-ketentuan-Nya di permukaan
bumi. Seseorang yang akan berjuang terus selama kalimah la ilaha illallah belum
bisa ditegakkan. Selama syariat-syariat Allah belum dijalankan. Dan selama
firman-firman Allah belum diterapkan.
Kesulitan untuk
mencari tempat seperti ini janganlah menjadikan kita berputus asa. Insya Allah
bila kita telah mencita-citakan untuk li i'laikalimatillah yang mulia dan
berusaha untuk terus mencari, pastilah Allah akan mengantarkan kita pada tempat
yang diidamkan. Allah SWT akan mengantarkan dan menunjuki jalan kepada
hamba-Nya yang selalu mencari kebenaran. Hidayah Allah akan diberikan kepada
makhluk yang Dia kehendaki.
Sungguh agung cita-cita ini. Tiada lagi cita-cita yang
bisa mengantarkan kemuliaan kecuali cita-cita menegakkan kalimah Allah.
Berbahagialah hamba-hamba Allah yang berkeinginan mendapatkan derajat
kemanusiaan yang tertinggi dan terhormat. Cita-cita yang akan mendapatkan
imbalan dari Allah berupa kenikmatan yang tiada taranya, yakni jannah.
Kenikmatan yang belum pernah terlintas pada pendengaran, penglihatan, dan hati.
Hidup kekal selamanya dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar