TUGAS MANUSIA SEBAGAI HAMBA ALLAH
(MULIADI.,S.AP)
Manusia dalam kehidupan di dunia ini tidak bisa lepas
dari pengetahuan Yang Maha Kuasa Allah SWT. Ketergantungannya kepada Zat Yang
Maha Kuasa itu sebenarnya sudah menjadi naluri manusia. Seprimitif dan semodern
apapun zaman yang dialami manusia ia tetap mengakui adanya kekusaaan yang maha
kuasa di luar dirinya. Ini membuktikan bahwa bagaimanapun juga –dengan
keterbatasan yang dimiliki—manusia membuktikan bahwa ia adalah makhluk yang
memiliki potensi untuk beragama.
Allah SWT berfirman :
فأقم وجهك للدّين حنيفا فطرة الله الّتي فطر النّأس عليها لا تبديل لخلق الله ذلك الدّين القيّم ولكنّ اكثر النّاس لا يعلمون (الرّوم 30)
Maka hadapkanlah wajahmu kepada Agama (Allah) ;
tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
(Agama) itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS Ar-Rum [30]:30).
Berdasarkan ayat di atas, bahwa bagaimanapun
primitifnya suatu suku bangsa manusia, mereka tetap mengakui adanya Zat Yang
Maha Kuasa di luar dirinya, kepercayaan ini diaplikasikannya dalam bentuk
penyembahan meskipun sebatas cara yang sangat sederhana. Allah berfirman :
وما خلقت الجنّ والانس الاّ ليعبدون (الذّاريات 56)
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, malainkan
supaya mereka menyembah-Ku (Q Az-Zariyat [51]:56).
Seperti telah diutarakan pada bab II bahwa telah
terjadi dialog antara Allah dengan manusia pada waktu manusia masih
berada di alam rahim sebagaimana dilukiskan Allah dalam Al-Quran surat al-A’raf
[7]:172)
واذ اخذ ربّك من بنى آدم من ظهورهم ذرّيّتهم واشهدهم على انفسهم الست بربّكم قالوا بلى شهدنا ان تقولوا يوم القيمة انّأ كنّا عن هذا غافلين (الاعراف 172)
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari punggung mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu ?. Mereka (anak-anak
Adam) menjawab :betul (Engkau Tuhan kami) , kami menjadi saksi” …. (QS Al-A’raf
[7]:172).
Ayat ini menunjukan bahwa dalam diri setiap manusia
ada fitrah keagamaan serta pengakuan akan adanya keessaan Allah. Hakikat ini
sejalan dengan firman Allah di atas. Setiap orang memiliki fitrah itu, walaupun
seringkali –karena kesibukan dan dosa-dosa—suara fitrahnya begitu lemah atau
tidak terdengar lagi. Firaun sendiri yang tadinya mengingkari Allah dan
keesaan-Nya akhirnya percaya ketika ruhnya telah akan meninggalkan jasadnya.
Ini diuraikan Allah dalam al-Quran surat Yunus [10]:90 yang artinya :
….hingga saat Firaun telah hampir tenggelam, berkatalah dia “Saya percaya
bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil
dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri kepadaNya (kepada Allah).
Adanya naluri kepercayaan manusia kepada Zat Yang Maha
Kuasa juga akan diikuti dengan adanya naluri tunduk dan patuh kepada-Nya.
Kepatuhan tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk ketundukan dan pengbdian
kepada-Nya. Dengan demikian ketundukan dan kepatuhan kepada zat yang maha Kuasa
itu merupakan tabiat asli (fitrah) manusia sebagai nilai ibadah
kepada-Nya.
Namun demikian, pengenalan dan pengabdian yang
dilakukan manusia sebagai manifestasi kepatuhan kepada Tuhannya hanya
berdasarkan akal budi saja. Mengenai cara dan bagaimana beribadah, kapan dan di
mana manusia melakukan ibadah, mereka tidak mampu menentukan hal itu. Oleh
karena itu Allah mengutus Rasu-rasul-Nya untuk menyampaikan wahyu-wahyu Allah
dalam bentuk kitab suci yang diberikan kepadanya. Ini menunjukan kasih sayang
Allah kepada manusia. Sehingga manusia dapat melaksanakan pengabdiannya sesuai
dengan aturan yang dikehendaki Allah. Dari sini dipahami, bahwa manusia
merupakan mahluk pengabdi yang eksistensi dirinya hanya dapat terwujud dengan
sempurna melalui pengabdian kepada Penciptanya.
Untuk
itulah Allah mengutus para Rasul-Nya sebagai pemberi petunjuk kepada manusia,
mana subtansi dan arah yang mereka tuju sebenarnya. Melalui naluriyah yang
dimiliki pengakuan akan adanya Zat yang menguasainya, akal, dan bimbingan wahyu
(ajaran agama) yang disampaikan dengan perantaraan rasul, manusia diharapkan
mampu mengenal Khaliqnya lewat pengabdian yang ditunjukan dalam semua aspek
kehidupan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar