Sosial Politik

Minggu, 17 Mei 2015

FILSAFAT ILMU


FILSAFAT ILMU

ilmu ( science ) adalah cabang dari pengetahuan ( knowledge ) ilmu = pengetahuan yang bersifat ilmiah ( scientific knowledge ) kategori pengetahuan :
1.pengetahuan tentang apa yang baik dan buruk ( etika )
2.pengetahuan tentang apa yang indah dan jelek (estetika )
3.pengetahuan tentang apa yang benar dan salah ( logika )
logika : cara berfikir menurut aturan tertentu dalam kegiatan keilmuan, logika ( aktivitas berfikir yang teratur ) diikuti dengan penuh kedisiplinan ilmu pengetahuan muncul akibat kekaguman manusia atas fenomena alam dan sosial yang selalu dihadapinya proses berfikir : 1.berfikir rasional – proses untuk mendapatkan pemahaman dan pengetahuan dengan menggunakan akal-budi 
2.berfikir logikal – proses untuk mendapatkan pemahaman dan pengetahuan dengan menggunakan teknik berfikir yang telah ditetapkan dalam aturan logika formal 
3.berfikir dialektis – proses menetapkan tesis dan anti tesis untuk memperoleh sintesis 4.berfikir intuitif – proses untuk mendapatkan pengetahuan dengan segera tanpa terlalu memperdulikan prosedur dan langkah untuk sampai pada pengetahuan tersebut
 5.berfikir taksonomis – proses untuk memperoleh pengetahuan dengan menyusun klasifikasi, tujuannya adalah menyederhanakan fenomena dan gejala dalam kategori 
6.berfikir simbolis – proses untuk memperoleh pemahaman dan pengetahuan dengan melihat fenomena sebagai lambang ( simbol ) ilmu ( pengetahuan ilmiah ) tidak bertujuan untuk mencari kebenaran absolut, melainkan kebenaran yang bermanfaat bagi manusia dalam tahap perkembangan tertentu untuk memperoleh kebenaran bisa dicapai dengan dua cara : non-ilmiah dan ilmiah :’ non-ilmiah : 
1.akal-sehat ( common sense ) – yaitu menyusun dan membuat generalisasi atas fenomena dengan menggunakan akal-sehat; 
2.prasangka ( presumption ) – memperoleh pengetahuan dengan membuat generalisasi yang sangat luas sehingga timbul sangka/dugaan kebenaran atas suatu fenomena 
3.intuisi ( intuition )- pengetahuan yang diperoleh secara cepat yang tidak didasari oleh perenungan yang mendalam atau tidak difikirkan terlebih dahulu 
4.penemuan kebetulan / coba-coba – pengetahuan yang diperoleh tanpa rencana, tidak pasti, dan tidak melalui langkah-langkahyang sistematik dan terkendali 
5.pendapat otoritas ilmiah dan fikiran kritis – pendapat yang berasal dari orang yang mempunyai otoritas keilmuan ( berpendidikan ) yang tinggi seringkali diterima tanpa diuji karena telah dianggap benar ilmiah : upaya untuk memperoleh kebenaran lewat pendekatan / penelitian ilmiah yaitu penelitian yang sisitematik dan terkontrol berdasar atas data empiris, obyektif dan tidak bias tugas ilmu adalah untuk : 
1) mencandra / membuat deskripsi; 
2) menerangkan / eksplanasi; 
3) menyusun teori; 
4) membuat prediksi, estimasi dan proyeksi; 
5) melakukan pengendalian kriteria kebenaran koherensi korespondensi pragmatis logika deduktif logika induktif logika pragmatis * plato * aristoteles suatu pernya-taan dianggap benar apabila pernyataan itu koheren / konsis-ten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. misalnya : “semua manusia pasti akan mati. si fulan adalah manusia dan pasti ia akan mati ” *bertrand russel suatu pernya-taan adalah benar bila pernyataan itu berkores-pondensi dengan obyek yang di- tuju oleh per-nyataan tersebut. misal-nya : “ibukota ri adalah jakarta”. itu adalah suatu pembuktian secara empirik dalam bentuk pengumpulan fakta-fakta yang mendukung pernyataan tertentu. * charles pierse suatu pernya-taan adalah benar bila pernyataan atau konsekwensi dari pernyataan itu mempunyai kegu-naan praktis da-lam kehidupan manusia. misal-nya : “dengan di beri ganjaran / hadiah si murid akan termotivasi belajar dengan baik “ filsafat ilmu sebagai salah satu cabang ilmu filsafat adalah merupakan kegiatan merefleksi secara mendasar dan integral mengenai hakekat ilmu pengetauan ( kunto wibisono : 1999 )
 obyek filsafat ilmu adalah merupakan tiang-tiang penyangga eksistensi lmu pengetahuan yang meliputi ; 
1) ontologi ; 
2) epistemologi ; dan 
3) aksiologi ontologi : 
mengkaji apa hakekat sesuatu itu ? faham-faham seperti idealisme, spiritualisme, materialisme dsb. adalah merupakan filsafat ontologi. epistemologi : mengkaji tentang bagamana cara yang dipakai untuk memperoleh pengetahuan, apa sarananya dan apa ukuran yang dipakai untuk memperoleh kebenaran ? faham-faham rasionalisme, empirisme, kritisisme, positivisme dan fenomenalogisme termasuk ke dalam filsafat epistemologi. aksiologi : mengkaji tentang nilai ( value ) sebagai imperatif dalam penerapan dan pemanfaatan ilmu secara praksis. source : based on firestone (1987); guba & lincoln (1988); and mc craken (1988) pertanyaan “ apakah ilmu itu bebas nilai ( value free ) ataukah sarat dengan nilai ( value bound ) ? kunto wibisosno (1999) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan sebagai satu kesatuan menampakkan diri secara dimensional : 
1) sebagai masyarakat – adanya sekelompok elit yang dalam kehidupannya mendambakan kewajiban dan tanggungjawab; 
2) sebagai proses – adalah aktifitas masyarakat ilmiah seperti penelitian, seminar, percobaan dsb. mencari dan menemukan sesuatu hasil yang pragmatis ; dan 
3) sebagai produk – menunjukan hasil-hasil yang berupa karya ilmiah, teori-toeri, paradigma-paradigma beserta hasil terapannya yang berupa teknologi. ilmu sebagai produk adalah bebas nilai ; sedangkan ilmu sebagai masyarakat dan proses yang selalu berada dalam konteks selalu terikat oleh nilai. ilmu sebagai produk pun, sebenarnya apabila diterapkan secara praktis untuk mencapai tujuan secara implisit sudah dikendalikan oleh nilai ! 
aliran-aliran utama epistemologi ilmu 
1.positivisme auguste comte upaya menggeneralisasi rerata 
1.1.grand theory ‘ hukum tiga tahap perkembangan ‘ , perkembangan pemikiran manusia terbagi menjadi tiga tahap : 
1) tahap teologis atau fiktif; 
2) tahap metafisik atau abstrak; 
3) tahap positif atau riil 
1.2.menolak teologi dan metafisik karena keduanya dinilai primitif 
1.3.lebih didasarkan pada penelitian empirik daripada spekulasi filosofik 
1.4.ilmu yang valid adalah ilmu yang dibangun dari empiri menuju kebenaran ‘empiri sensual’ 1.5.mengembangkan metodologi ’nomotetik/aksiomatik’ 
1.6.metodologi penelitian kuantitatif 
1.7.pendekatan positivistik dengan : 
a) menggunakan pola pikir kuantitatif yang terukur, teramati, empiri sensual, logika matematik dan bertujuan membuat generalisasi atas rera-ta ; 
b) menggabungkan olahan statistik dengan olahan verbal dengan pola pikir kuantitatif 1.8.kebenaran dicari lewat pola pikir relasi ( korelasional, sebab-akibat, interaktif ), yang : secara ontologik melihat realitas dapat dipilah-pilah dan dapat dipelajari secara independen dan dielimina-sikan dari obyek yang lain dan dapat dikontrol secara epistemologik menuntut dikotomi antara peneliti dengan obyek penelitian agar diperoleh hasil yang obyektif. tujuan penelitiannya adalah membangun ilmu nomotetik/aksiomatik yakni ilmu yang membuat hukum dari generalisasi reratanya secara aksiologik pendekatan positivisme prosesnya harus bebas nilai ( value free ), dan yang dikejar adalah ‘obyektivitas’ agar dapat disajikan prediksi/hukum yang keberlakuannya bebas waktu dan tempat ( spatio-temporal ) 
2. rasionalisme descartes upaya untuk memperoleh esensi / kebenaran apriori bersifat solipsistik ( hanya benar menurut kerangka fikir tertentu ) dan subyektif 
2.1semua ilmu berasal dari pemahaman intelektual manusia yang dibangun atas kemampuan berargumentasi secara logis, bukan dibangun atas pengalaman empiri tetapi menekankan pada pemaknaan empiri yang didukung oleh data empirik yang relevan 
2.2kegiatan berargumentasi dan memberi makna selalu didahului dengan uji empirik secara terus-menerus 
2.3 ilmu yang valid merupakan abstraksi, simplifikasi atau idealisasi dari realitas dan terbukti relevan atau koheren dengan sistem logiknya 
4.1realitas tidak dapat/tidak mudah dihayati secara sensual saja sehingga diatas empiri sensual ada emperi logikal / teroritikal dan diakui adanya penghayatan manusia mengenai nilai baik dan buruk ( pengakuan atas empiri sensual, logikal dan etikal ) 
2.5penelitian dengan pendekatan rasionalisme : 
a) menuntut sifat obyek yang holistik;
 b) obyek penelitian tidak dilepaskan dari konteksnya atau paling jauh obyek diteliti dalam fokus atau tekanan tertentu 
2.6mengejar diperolehnya generalisasi atau hukum-hukum ( nomotetik/aksiomatik ) tetapi bedanya dengan positivisme yang bertolak dari obyek yang spesifik, sedangkan rasionalisme bertolak dari konstruksi ‘teori besar’ atau ‘konsep besar’ dan obyek yang holistik 
2.7selain mengenal pola fikir relasional ( korelasional, sebab-akibat, interaktif ) juga pola fikir genetik , historik, antisipatik, reflektif, kontekstual dan eklektik 
2.8mengakui kekuatan fikir manusia untuk memberikan makna pada lingkungan dan pada diri manusia 
2.9secara ontologik rasionalisme melihat realitas tidak pilah dari konteks totalitasnya dan mengakui tiga macam empiri : 
sensual, logikal dan etikal secara epistemologik rasionalisme berupaya mencari kebenaran dengan menggunakan ketiga empiri tersebut untuk mengkontruksi teori tertentu. rasionalisme lebih mengarah ke adanya monoisme teoritik daripada pluralisme teoritik secara aksiologik rasionalisme tidak hanya ingin memperoleh ilmu yang nomotetik / aksiomatik tetapi juga generalisasi harus merupakan hasil uji makna empirik dan reflektif 
3. empirisisme john locke menekankan pentingnya pengalaman ( kebenaran aposteriori ) 3.1pengetahuan diperoleh lewat pengalaman inderawi manusia 
3.2pengetahuan diperoleh dengan jalan menggunakan dan membandingkan gagasan-gagasan yang diperoleh dari penginderaan dengan refleksinya 
3.3berbeda dengan positivisme, akal manusia hanya merupakan tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil penginderaan manusia 
3.4gejala-gejala alamiah bersifat konkret dan diungkap lewat penginderaan dan bila ditelaah lebih lanjut akan menghasilkan pengetahuan dengan karakteristik tertentu ( logam akan mengembang bila dipanaskan ) 
3.5menggunakan cara berfikir induktif 
3.6fakta adalah nyata karena dapat ditangkap dengan indera manusia 
3.7secara ontologik realitas ( kebenaran ) itu adalah merupakan bentuk dari pengalaman manusia; secara epistemologik empirisisme lebih menekankan pentingnya empiri sensual dan pengetahuan dibentuk atas dasar pengalaman inderawi manusia; dan secara aksiologik empirisisme mengakui adanya kebenaran empiri sensual dan kurang memberi nilai pada peran empiri logikal 
4. fenomenologisme edmund husserl upaya memahami ‘makna‘ peristiwa dan interaksi manusia pada situasi tertentu 
4.1ilmu tidak terbatas pada hal yang empirik sensual saja tetapi juga mencakup pelbagai fenomena seperti : persepsi, pemikiran, kemauan dan keyakinan subyek tentang sesuatu diluar dirinya, ada yang transenden selain juga yang aposteriorik 
4.2menuntut pendekatan holistik, mendudukkan obyek penelitian dalam suatu konstruksi ganda dan melihat obyeknya dalam suatu konteks natural dan parsial 
4.3melihat obyek dalam konteksnya dan menggunakan tata fikir logik lebih dari sekedar berfikir linear-kausal 
4.4bertujuan membangun ilmu idiografik ( kasus individual ) dan bukannya ilmu nomotetik / aksiomatik
 4.5hasil penelitian fenomologis keabsahannya dikaji lewat uji : kredibilitas ; transferabilitas ; dependabilitas ; dan konfirmabilitas , yang mirip dengan validitas internal, validitas eksternal, reliabilitas dan obyektifitas pada ancangan positivisme 4.6secara ontologik fenomenologisme melihat realitas itu kompleks, tertata, punya berbagai perspektif dan saling berhubungan secara interaktif serta selalu terkait dengan waktu dan konteks secara epistemologik fenomenologisme menuntut menyatunya ( bukan pilah ) peneliti dengan obyek penelitiannya. interaksi obyek-subyek bukanlah merupakan hubungan yang bersifat kausalitas-linear, tetapi hubungan timbal-balik heterarkhik, indeterminatif dan morphogenik , mutual shaping . 
teori dan fakta ditentukan oleh nilai , yaitu : 
1) nilai dari pihak peneliti itu sendiri; 
2) nilai dalam konteks kultural obyek penelitiannya; 
3) nilai yang terjabarkan dalam substansi penelitian; 
4) nilai yang terjabarkan pada metodologi penelitian. 
secara aksiologik fenomenologisme mengakui adanya kebenaran empiri etikal ( value bound / value laden ) dan mengenal pula kebenaran transendental, sensual dan logikal. perang tanding antara epistemologi rasionalisme ( yang lebih mengedepankan empiri logikal ) melawan empirisisme ( yang lebih mementingkan empiri sensual ) dicoba ditengahi oleh immanuel kant dengan faham fenomenalisme. kedua faham, rasionalisme yang cenderung berpola fikir apriorik dan empirisisme yang berpola fikir aposteriorik dinilai kant keduanya timpang atau berat sebelah. ia menegaskan bahwa pengetahuan manusia merupakan perpaduan dan sintesis antara komponen apriori dan aposteriori. metode ilmiah ( j.s. suriasumantri, 1985 ) deduksi koherensi pragmatisme induksi korespondensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar