- Teori-Teori Stratifikasi Sosial Beserta Tokohnya
Abrahamson berpendapat, bahwa teori stratifikasi sosial dari Weber, sebenarnya
merupakan suatu tanggapan terhadap ajaran-ajaran Marx mengenai masalah
tersebut. Salah satu pokok permasalahannya adalah mengenai dimensi stratifikasi
sosial, yakni dimensi ekonomis, soial dan politis. Weber berpendapat bahwa di
dalam setiap tertib, warga-warga masyarakat terbagi dalam kelas-kelas
(ekonomis), kelompok status (sosial), dan partai-partai (politis).
Hubungan antara ketiganya bersifat
timbal balik ; Marx menganggap, bahwa dimensi ekonomis menentukan
dimensi-dimensi lainnya. Uraian di bawah ini, akan mempersalahkan hal-hal
tersebut.
Sebagaimana dijelaskan, Weber
menyatakan bahwa suatu kelas mencakup orang-orang yang mempunyai
peluang-peluang kehidupan yang sama, dipandang dari sudut ekonomis. Dengan
peluang-peluang kehidupan dimaksudkan sebagai kondisi hidup, pengalaman hidup
dan kesempatan mendapatkan benda dan jasa.
Menurut Weber pengertian kelas adalah untuk mengkaitkannya dengan pengertian
pemilikan yang dipandangnya sebagai masalah situasi pasaran. Sebagaimana halnya
dengan Marx, maka Weber melihat pasaran kapitalistik sebagai gejala yang
mengeluarkan golongan yang tidak bermodal dari proses persaingan terhadap
barang-barang bernilai tinggi.
Menurut pendapat Marx golongan borjuis
memegang monopoli terhadap kesempatan-kesempatan atau peluang-peluang tertentu.
Yang dikeluarkan dari proses persaingan adalah golongan proletar yang hanya
dapat memberikan jasa-jasa. Akan tetapi, Weber mengadakan penjabaran lebih
lanjut terhadap posisi-posisi di dalam kelas-kelas tersebut.
Menurut Weber, maka berbagai golongan
borjuis, sesuai dengan varisai harta kekayaan yang dimilikinya. Hal yang sama
juga merupakan gejala yang dapat dijumpai pada golongan yang tidak mempunyai
harta kekayaan, yang hanya mampu memberikan atau menjual tenaganya.
Marx beranggapan, bahwa golongan proletar tidak mengakui kepentingan
sesungguhnya dari kelasnya ; dia berpendapat bahwa mereka harus mengakuinya dan
akan berbuat demikian kelak dikemudian hari. Dengan cara lebih memberi tekanan
pada konstruksi subyektif dari keadaan, Weber memintakan perhatian terhadapa
halangan terjadinya aksi kelas.
Weber menganggap
pertimbangan-pertimbangan terhadap kedudukan, sebagai halangan tambahan
terhadap terjadinya aksi kolektif yang didasarkan pada posisi kelas. Di sini
lah muncul perbedaan pendapat anatara Weber dengan Marx. Mengenai status atau
kedudukan, Weber menganggapnya sebagai hal yang menyangkut gaya hidup,
kehormatan dan hak-hak istimewa.
Hubungan antara kelas dengan status,
merupakan masalah yang sangat penting bagi Weber. Di satu pihak Weber
menyatakan, bahwa status dapat didarkan pada pemilikan (harta kekayaan), dan
cenderung demikian pada masa mendatang.
Di samping itu, dia membedakan (secara
tajam) antara status dengan ketamakan ekonomis semata-mata. Dia juga menyatakan
bahwa kelompok bahwa kelompok status yang sama mencakup orang-orang dari
situasi kelas yang berbeda-beda.
Weber juga mengetengahkan
kondisi-kondisi di dalam mana suatu kelompok cenderung status cenderung menjadi
kasta. Kondisi yang penting adalah, kalau status kehormatan status adalah
identik dengan posisi kelas, serta berlangsung lama. Demikian juga halnya,
apabila perbedaan status dikaitkan dengan perbedaan-perbedaan etnik atau
rasial.
TERDAPAT BEBERAPA TEORI MENGENAI STRATIFIKASI
SOSIAL :
1. Teori Stratifikasi
Sosial Fungsional
Teori stratifikasi sosial merupakan
teori sosial yang dikembangkan oleh Kingsley Davis dan Wilbert Moore (1945).
Mereka memandang stratifikasi sosial sebagai sesuatu yang universal dan
bagi mereka tidak ada masyarakat yang tidak terstratifikasi, karena masyarakat
memerlukan sistem semacam itu dan terwujud dalam sistem stratifikasi.
Stratifikasi sebagai struktur, dengan menegaskan bahwa stratifikasi tidak
berarti individu dalam sistem stratifikasi namun sebagai sistem posisi.
Dalam hal ini Davis dan Moore tidak
menekankan bagaimana mendapatkan posisi atau kedudukan itu dalam masyarakat,
akan tetapi menekankan pada bagaimana cara posisi tertentu mempengaruhi tingkat
prestise dalam masyarakat.
Persoalan dalam
stratifikasi sosial-fungsional adalah bagaimana masyarakat memotivasi dan
menempatkan individu pada posisi atau kedudukannya
yang tepat di masyarakat, dan bagaimana masyarakat menanamkan motivasi kepada
individu untuk memenuhi persyaratan dalam mengisi posisi tersebut. Penempatan
sosial yang tepat dalam masyarakat seringkali menjadi masalah karena:
a.
Posisi tertentu
lebih menyenangkan dari pada posisi yang lain.
b.
Posisi tertentu
lebih penting untuk menjaga kelangsungan hidup masyarakat dari posisi yang
lain.
c.
Posisi-posisi
sosial yang berbeda memerlukan bakat dan kemampuan yang berbeda pula.
Dari ketiga hal di atas Davis dan Moore
lebih memberikan perhatian pada posisi yang penting dalam masyarakat untuk
menjaga kelangsungan hidup masyarakat. Ini merupakan posisi yang lebih tinggi tingkatannya
dalam stratifikasi masyarakat yang memerlukan bakat dan kemampuan terbaik meski
dianggap kurang menyenangkan. Oleh karena itu masyarakat harus memberikan
penghargaan yang terbaik bagi individu yang menduduki posisi ini agar dapat
bekerja dengan tekun. Sebaliknya posisi-posisi lainnya dianggap lebih rendah
dalam stratifikasi masyarakat, kurang penting, dan tidak terlalu memerlukan
bakat dan kemampuan terlalu besar namun menyenangkan. Selain itu masyarakat
tidak terlalu menuntut individu yang menduduki posisi rendah ini untuk
malaksanakan kewajiban mereka dengan tekun. Individu yang berada di puncak
stratifikasi harus menerima hadiah/imbalan yang memadai dari fungsi yang
dilaksanakannya itu dalam bentuk prestise yang tinggi, gaji besar, dan kesenangan
yang cukup. Ini untuk meyakinkan bahwa individu mau menduduki posisi yang
tinggi itu dalam masyarakat.
Namun teori stratifikasi sosial
fungsional ini mendapatkan Banyak kritik, khususnya terkait dengan :
a.
Hak-hak istimewa
yang diterima individu yang menduduki stratifikasi struktural yang tinggi dari
masyarakat. Dan hal ini akan melanggengkan posisi istimewa orang-orang yang
telah memiliki kekuasaan, prestise, dan uang. Karena orang-orang ini berhak
mendapatkan hadiah/imbalan seperti itu dari masyarakat demi kebaikan masyarakat
sendiri.
b.
Teori ini
menyatakan bahwa struktur sosial yang terstratifikasi sudah ada sejak masa
lalu, maka ia akan tetap ada di masa datang. Padahal ada kemungkinan bahwa
masyarakat di masa depan akan ditata menurut cara lain tanpa stratifikasi.
c.
Ide tentang
posisi fungsional yang berbeda-beda arti pentingnya bagi masyarakat sangatlah
absurd. Pengumpul sampah meski dalam posisi rendah, tidak bergengsi dan
berpenghasilan kecil namun mungkin lebih penting bagi kelangsungan hidup
masyarakat di banding dengan seorang manajer periklanan yang berpenghasilan
besar. Imbalan yang lebih besar tidak selalu berlaku untuk posisi yang lebih
penting. Perawat mungkin lebih penting daripada seorang bintang film atau sinetron.
Tetapi bintang film atau sinetron lebih besar kekuasaan atau pengaruhnya,
prestisenya, dan penghasilannya dibandingkan dengan seorang perawat.
d.
Orang yang
mampu menduduki posisi tinggi sebenarnya tidak terbatas. Hanya saja banyak
orang yang terhalang secara struktural untuk mencapai kedudukan tinggi di
masyarakat khususnya untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan
untuk mencapai posisi bergengsi itu meski memiliki kemampuan. Dengan kata lain
banyak orang yang memiliki kemampuan namun tidak pernah mendapatkan atau diberikan
kesempatan untuk menunjukkan kemampuannya. Mereka yang berada pada posisi
tinggi mempunyai kepentingan tersembunyi untuk mempertahankan agar jumlah
mereka tetap kecil, dan kekuasaan serta pendapatan mereka tetap tinggi.
e.
Kita tidak
harus menawarkan kepada orang kekuasaan, prerstise dan uang untuk membuat
mereka mau menduduki posisi tingkat tinggi. Orang dapat sama-sama termotivasi
oleh kepuasan mengerjakan pekerjaan yang baik atau oleh peluang yang tersedia
untuk malayani orang lain.
2. Teori Evolusioner Fungsionalis
(Talcott Parsons)
Teori ini menjelaskan bahwa evolusi
sosial secara umum terjadi karena sifat kecenderungan masyarakat untuk
berkembang yang disebut sebagai kapasitas adaptif. Kapasitas adaptif adalah
kemampuan masyarakat untuk merespon lingkungan dan mengatasi berbagai masalah
yang selalu dihadapi manusia sebagai makhluk sosial. Timbulnya stratifikasi
sebagai aspek penting dalam evolusi akibat meningkatnya kapasitas adaptif dalam
kehidupan sosial.
Beberapa kelemahan teori Parsons :
a.
Konsep tentang
kapasitas adaptif sanagt diragukan. Parsons berpendapat bahwa semakin
kontemporer dan kompleks masyarakat, semakin unggul efektivitas etnosentrisme.
Padahal semakin kontemporer masyarakat maka mekanisme adaptifnya berbeda dari
masyarakat terdahulu.
b.
Parsons tidak
melihat sisi negatif dari stratifikasi sosial yang mungkin berpengaruh.
3. Teori Surplus
Teori surplus dikemukakan oleh Gerhard
Lenski. Teori ini berorientasi materialistis dan berdasarkan teori konflik.
Teori konflik menegaskan dominasi beberapa kelompok sosial tertentu oleh
kelompok sosial yang lain, melihat tatanan didasarkan atas manipulasi dan
kontrol oleh kelompok dominan, dan melihat perubahan sosial terjadi secara
cepat dan tidak teratur ketika kelompok subordinat menggeser kelompok dominan.
Teori konflik yang bertentangan dengan teori Parsons, berasumsi bahwa manusia
adalah makhluk yang mementingkan diri sendiri dan selalu berusaha untuk
mensejahterakan dirinya.
Kesamaan dasar dapat terjadi dalam
masyarakat dimana kerjasama menjadi hal yang esensial dalam mencapai
kepentingan individu. Jika terjadi surplus, perebutan tidak dapat dihindari dan
surplus akhirnya dikuasai oleh individu atau kelompok yang paling berkuasa.
Besarnya surplus ditentukan oleh kemampuan teknologi.
4. Teori Kelangkaan
Teori kelangkaan yang merupakan devasi
pemikiran Michael Hammer, Morton Fried dan Rac Lesser. Teori kelangkaan
beranggapan bahwa penyebab timbulnya stratifikasi adalah tekanan jumlah
penduduk. Tekanan penduduk yang semakin besar menyebabkan semakin kuatnya
egoisme dalam pemilikan tanah, dan hubungan produksi (dalam pemikiran Marxisme)
telah menghilangkan apa yang disebut sebagai pemilikan bersama. Perbedaan akses
terhadap sumber daya muncul dan suatu kelompok memaksa kelompok lainnya bekerja
keras untuk menghasilkan surplus ekonomi melebihi apa yang dibutuhkan. Dengan
meningkatnya tekanan penduduk dan teknologi, perbedaan akses terhadap sumber
daya makin nyata dan stratifikasi semakin intensif dengan dorongan politik yang semakin besar.
- Pengaruh Startifikasi Sosial dalam Masyarakat
Stratifikasi social adalah pembedaan
masyarakat kedalam lapisan-lapisan social berdasatrkan demensi vertical akan
memiliki pengaruh terhadap kehidupan bersama dalam masyarakat. Ikuti urain
tentang dampak stratifikasi social dalam kehidupan masyarakat berikut ini.
1.
Eklusivitas
Stratifikasi social yang membentuk
lapisan-lapisan social juga merupakan sub-culture, telah menjadikan mereka
dalam lapisan-lapisan gtertentu menunjukan eklusivitasnya masing-masing.
Eklusivitas dapat berupa gaya hidup, perilaku dan juga kebiasaan mereka yang
sering berbeda antara satu lapisan dengan lapisan yang lain.
Gaya hidup dari lapisan atas akan
berbeda dengan gaya hidup lapisan menengah dan bawah. Demikian juga halnya
dengan perilaku masing-masing anggotanya dapat dibedakan; sehingga kita
mengetahui dari kalangan kelas social mana seseorang berasal.
Eklusivitas yang ada sering membatasi
pergaulan diantara kelas social tertentu, mereka enggan bergaul dengan kelas
social dibawahnya atau membatasi diri hanya bergaul dengan kelas yang sanma
dengan kelas mereka.
2.
Etnosentrisme
Etnosentrisme dipahami sebagai
mengagungkan kelompok sendiri dapat terjadi dalam stratifikasi social yang ada
dalam masyarakat. Mereka yang berada dalam stratifikasi social atas akan
menganggap dirinya adalah kelompok yang paling baik dan menganggap rendah dan
kurang bermartabat kepada mereka yang berada pada stratifikasi social rendah.
3.
Konflik Sosial
Pola perilaku kelas social atas
dianggap lebih berbudaya dibandingkan dengan kelas social di bawahnya.
Sebaliknya kelas social bawah akan memandang mereka sebagai orang boros dan
konsumtif dan menganggap apa yang mereka lakukan kurang manusiawi dan tidak
memiliki kesadaran dan solidaritas terhadap mereka yang menderita. Pemujaan
terhadap kelas sosialnya masing-masing adalah wujud dari etnosentrisme.
Perbedaan yang ada diantara kelas
social dapt menyebabkan terjadinya kecemburuan social maupun iri hati. Jika
kesenjangan karena perbedaan tersebut tajam tidak menutup kemungkinan
terjadinya konflik social antara kelas social satu dengan kelas social yang
lain.
Misalnya demonstrasi buruh menuntut
kenaikan upah atau peningkatan kesejahteraan dari perusahaan dimana mereka
bekerja adalah salah satu konflik yang terjadi karena stratifikasi social yang ada dalam masyarakat.