Sosial Politik

Sabtu, 05 Desember 2015

ETOS DAN MORALITAS POLITIK Bag.IV

IV. HAK ASASI MANUSIA
A. Nilai-Nilai HAM
1. Keprihatinan akan nilai
    Di balik kebhinnekaan gagasan, dapat dan harus ditemukan keprihatinan yang sama:
Apa pun yang diperjuangkan, bagaimanapun rupanya, dapat da harus diangkat kesamaannya yaitu, nilai baik yang bersifat objektif maupun yang subjektif.
2. Perlindungan
    Nilai itu dipertahankan sebagai suatu tameng atau tembok untuk melawan berbagai pihak yang dianggap lebih kuat dan dapat mengancam pihak yang lebih lemah (atau minoritas).
a. Negara
    Hak Asasi Manusia dirumuskan agar dilindungi terhadap pihak yang lebih berkuasa dan condong menyalahgunakan kekuasaannya bahkan dengan melanggar HAM itu. Sering kali pihak yang berkuasa demikian itu dilihat dalam negara, sehingga hak asasi manusia dirumuskan dan dicanangkan terhadap kuasa negara, meskipun sebenarnya ancaman terhadap hak asasi manusia dapat datang dari pihak lain. Biasanya yang lebih kuat misalnya, mafia atau sindikat kejahatan mendapat backing dari oknum pejabat yang seharusnya melindungi hak asasi manusia (kasus perdagangan narkoba, perempuan, anak, perjudian, dsb).
b. Agama
    Begitu juga kalangan agama yang dapat menjadi penguasa, bahkan mengesankan upaya memutlakkan otoritasnya (yang tak dapat dibantah seperti biasanya aliran yang cenderung fundamentalistis) dengan mengacu pada kepada Tuhan sendiri yang dipercayai sebagai Mahakuasa dan diakui sebagai sumber kuasa tinggi.
B. Intuisi dan Kesepakatan Tentang HAM?
     HAM itu "in" dengan akibat, bahwasanya seperti hal-hal lain yang menjadi populer. Mengalami inflasi dan pengertiannya cenderung menjadi kabur dan bahkan lebih mendangkal. Oleh karena itu, sebaiknya dicamkan sebentar sebagai hal sehubungan dengan HAM, terutama sejauh menyangkut politik.
1. Intuisi
    Bukan segala nilai langsung merupakan hasil refleksi, melainkan berawal dari intuisi manusia visioner yang mempunyai intuisi yang memicu perjuangan antara pro dan kontra serta proses refleksi, sejauh itu intuisi amat bermanfaat.
2. Kesepakatan
    Proses demikian itu dapat berlangsung di kalangan tertentu, di kawasan tertentu, di zaman tertentu, sampai akhirnya disetujui kebanyakan wakil bangsa-bangsa seperti pencanangan hak asasi manusia di PBB pada tanggal 10 Desember 1948 yang kemudian seiring dengan perkembangan zaman dikembangkan lebih lanjut.
C. Proses Perumusan Hak Asasi Manusia
1. Perkembangan kesadaran\
    Dapat ditanyakan, bahwasanya mengapa umat manusia baru pada akhir tahun 1948 berhasil mencanangkan piagam hak asasi manusia. Memang perang dunia Ke II dapat berpengaruh, tetapi sejarah umat manusia sejat jutaan tahun penuh dengan kekerasan yang di mata dewasa ini termasuk pelanggaran hak asasi manusia.
2. Universal atau partikular
    Pencanangan piagam hak asasi manusia pada tahun 1948 dalam PBB itu memang mengedepankan universalitasnya. Tetapi kemudian muncul aneka piagam yang lebih mengedepankan partikularitasnya, yang mempertanyakan pengertian "asasi", misalnya:
1989 Hak Asasi Manusia rumusan Afrika
1998 Hak Asasi Manusia rumusan Asia
1998 Hak Asasi Manusia kalangan Islam
Maka, dapat diajukan soal: HAM itu universal atau partikular?
3. Dalam dunia yang makinmenggelobal atau sebaliknya
    Kita dapat mensinyalir dua arah perkembangan yang tampaknya berseberangan:
Disatu pihak, dapat disinyalir  (antara lain karena perkembangan budaya dan tekhnologi komunikasi sosial) arah perkembangan menggelobal (Uni Eropa, ASEAN, Nato).
Tetapi di pihak lain, juga makin mencolok kecenderungan regionalisasi dan proteksionisme.
D. Proses Perwujudan
1. Pencanangan piagam hak asasi manusia
    Pencnangan itu sendiri belum berarti perwujudan. Dalam kenyataan, dapat dicatat banyak pelanggaran HAM yang bukan hanya cermin perbedaan persepsi, melainkan juga ketidakmampuan atau bahkan lemahnya kesanggupan untuk mewujudkannya.
2. Upaya mewujudkan hak asasi manusia
    Tetapi, kita juga harus mengakui kemajuan yang telah dicapai, baik upaya yang tampaknya jujur, maupun upaya menyembunyikan pelanggaran hak asasi manusia, juga suatu tanda pengakuan hak asasi manusia.
E. Kewajuban dan Hak
1. Kewajiban
    Manusia itu makhluk sosial. Ia tidak akan dapat hidup sendiri atau tanpa bantuan orang lain, tidak hanya dalam arti bahwa hak asasi manusia tak dapat dipenuhi tanpa hidup bersama, tetapi juga bahwa hak itu dipahami korelatif dengan kewajiban:
Manusia tak hanya mempunyai hak asasi, melainkan juga mempunyai kewajiban. Seringkali bahkan tidak mudah memisahkan hak dan kewajiban, dan kedua-duanya dipakai (kewajiban dan hak atau hak dan kewajiban).
2. Pelaksanaan Hak
    Perlu dibedakan antara hak (ius) dan pelaksanaan hak (exercitium iuris). Bisa saja orang mempunyai hak, tetapi pelaksanaannya harus mempertimbangkan keadaan yang tak jarang diatur oleh kekuasaan. Demi kepentingan umum, hak hanya terbentur pada hak orang lain bila keduanya tak dapat bersama-sama dilaksanakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar